Hyunmi mendapati Jiyoon tengah mematut diri di depan meja riasnya. Dengan blouse tosca dan celana panjang berwarna
cream, dilengkapi blazer yang berwarna senada dengan
celananya, Jiyoon terlihat simpel namun tetap elegan dan menawan. Tanpa harus
mengumbar kaki mulusnya, orang-orang sudah dipastikan dapat mengetahui kalau
kaki Jiyoon jenjang, dengan atau tanpa heels
tujuh sentimeter yang ia kenakan kini.
Raut wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi. Setidaknya itu yang ditangkap
mata Hyunmi selama beberapa detik memperhatikan Jiyoon dari balik pintu
kamarnya. Jiyoon kembali memastikan rambut sebahunya tergerai rapi dan make-up-nya tidak terlalu tebal seperti
ibu-ibu fashionista pelanggan butik Mom-nya saat ia sadar ada Hyunmi di
belakangnya.
"Kau tidak
sedang memutuskan untuk menjadi lesbian dan mengencaniku setelah melihatku
secantik ini kan, Hyun?" kekeh Jiyoon, masih dengan tisu di tangan untuk
merapikan goresan lipstick yang
sedikit tidak rapi di bibirnya.
Hyunmi memutar
bola matanya, ia jengah dengan sikap Jiyoon yang seperti ini. "Kau mau
sarapan dulu tidak?"
"Tentu saja!
Aku butuh banyak energi untuk hari ini, Hyun. Lagipula, kau kan tahu kalau aku
tidak bisa melewatkan sarapanku."
"Aku tahu.
Hanya saja, mungkin kau akan membuat pengecualian hari ini. Melihat kau sudah
serapi itu."
Jiyoon meraih tas tangannya dan tersenyum penuh arti ke arah Hyunmi.
"Aish...! aku tidak tertarik dengan
senyuman anehmu itu, Yoon. Nasi goreng atau roti tawar?"
"eung....." Jiyoon terlihat
berpikir dan melirik jam tangannya, "berhubung
acara dimulai jam 10 dan ini masih jam 8, fried
rice sounds good, Hyun." Jiyoon melancarkan aksi eyesmile-nya yang diikuti raut wajah malas Hyunmi.
"everything will sound good if it's for your tummy, Yoon. Ckck."
-o0o-
Sungmin masih menatap langit yang sedikit berawan dari jendela kamarnya
ketika terdengar suara ketukan pintu dan eomma-nya
masuk. Entah apa yang sedang dipikirkan Sungmin sampai-sampai suara hak sepatu eomma-nya yang beradu dengan lantai
tidak terdengar olehnya. Bahkan Sungmin baru tersadar saat tangan lembut eomma-nya menyentuh bahunya.
"Kau sudah siap? Teman-temanmu sudah
menunggumu di bawah. Cepatlah turun. Hm?"
Sungmin menoleh dan menatap manik mata eomma-nya
lurus-lurus, seolah mencari sesuatu, "eomma.."
"wae..?"
"semua akan
berjalan lancar, kan?"
"pasti."
Eomma-nya tersenyum teduh khas seorang ibu, kemudian menepuk bahu Sungmin
perlahan dan berlalu.
Sungmin
memutuskan untuk tidak memikirkan apa-apa lagi. Ia lalu mengambil saputangan di
atas nakas dan menyelipkan di saku jasnya sebelum turun menemui teman-temannya
yang akan menemaninya hari ini.
-o0o-
Sudah merupakan
hal biasa bagi Hyunmi membuatkan makanan untuk gadis-cantik-nan-sukses-tapi-tidak-bisa-memasak-sama-sekali
bernama Jiyoon. Bukan karena ia tidak mau bergantian dengan Jiyoon dalam hal
memasak, tapi karena motto hidup Hyunmi adalah 'good food, good mood'. Bisa dibayangkan kalau ia membiarkan Jiyoon memasak dan
menghasilkan makanan yang tidak layak untuk dimakan, maka mood-nya akan rusak seharian. Dan Hyunmi benci hal itu.
Pernah suatu hari
Hyunmi membiarkan Jiyoon memasak karena ia sedang disibukkan dengan setumpuk
tugas akuntansi. Saat ia memutuskan untuk beristirahat sebentar dan makan,
seketika itu juga rasanya ia ingin meremas kepala Jiyoon dan menarik habis
rambutnya. Setelah itu mood-nya untuk
mengerjakan tugas menghilang entah kemana sampai deadline-nya terlewat dan untuk itu Hyunmi harus mengulang satu
mata kuliah di semester berikutnya. Sejak saat itu Hyunmi mengharamkan Jiyoon
bahkan untuk sekedar menginjakkan kakinya di dapur!
"kau yakin
akan ke sana, Yoon?" tanya Hyunmi sesaat sebelum memasukkan suapan ketiga
ke dalam mulutnya.
"apa hal itu
masih perlu ditanyakan saat aku sudah berdandan serapi ini?" Jiyoon balik
bertanya sambil berusaha meletakkan potongan sosis ke atas sendoknya.
Hyunmi menghela
napas dan menatap Jiyoon, "maksudku, apa kau sudah siap dengan apapun yang
akan kaulihat di sana?"
"kurasa
sudah. Tapi ya... kita lihat saja nanti." Jawab Jiyoon enteng sambil
mengedikan bahu lalu memasukkan sesuap nasi.
Hyunmi menatap
Jiyoon tak mengerti, "kau tidak berencana mengacaukan acara kan,
Yoon?". Kini mata Hyunmi benar-benar memandang lurus ke dalam manik mata
Jiyoon, mencari ide konyol yang mungkin saja akan dilakukan Jiyoon dalam
beberapa jam dari sekarang.
"ya! Kau
pikir aku ini teroris atau semacamnya, hah?!" hardik Jiyoon masih dengan
mulut yang dipenuhi nasi gorengnya.
"tidak
pernah ada yang tahu apa yang ada dalam otak seorang Hwang Jiyoon, kan?"
"ya, Park
Hyunmi!" sebagian nasi yang sudah ada di dalam mulut Jiyoon menyembur
keluar saking semangatnya Jiyoon membentak Hyunmi.
"arrasseo,
arrasseo! Aish... kau ini jorok sekali. Cepat habiskan makananmu dan pergilah! Make-up-mu akan rusak jika kau terjebak
macet di jalan nanti."
-o0o-
Jiyoon
memarkirkan mobilnya di halaman sebuah gedung putih yang walaupun tidak terlalu
besar tapi terlihat megah. Pintu masuknya pun terlihat indah dengan dihiasi
rangkaian bunga crysant di bagian atasnya. Terlihat beberapa orang berkerumun
di depan pintu masuk kemudian satu per satu berjalan memasuki tempat acara.
Jiyoon berjalan
dengan langkah percaya diri walaupun dengan wajah datar tanpa ekspresi. Namun
kemudian ia tersenyum dan mempercepat langkahnya ketika matanya menangkap sosok
pria yang ia kenal sedang berdiri di dekat pintu bersama beberapa temannya
menyambut tamu yang datang.
"syukurlah
ada kau di sini." Jiyoon merengkuh lengan Kyuhyun tanpa melihat wajah sang
empunya dan malah mengangguk pada beberapa tamu yang lewat.
Kyuhyun yang
kaget karena tindakan Jiyoon mendadak panik, "Yoon? Sedang apa kau di
sini?"
Jiyoon melepas
pelukannya dari tangan Kyuhyun dan merogoh ke dalam tasnya, "menghadiri
undangan. Walaupun kelakuanku barbar tapi setidaknya aku masih tahu cara
menghormati orang lain, Kyu."
"tapi,
Yoon-"
"it's okay." Dimasukkannya
lagi undangan yang tadi sempat ia keluarkan, "Kau tenang saja. Aku tidak
akan menghancurkan acara ini." Jiyoon tersenyum dan menepuk lengan Kyuhyun
yang sekarang sudah sedikit berotot, walaupun tidak sekekar...
Sungmin. Mata
Jiyoon menangkap sosok Lee Sungmin yang tengah berjalan di sebelah ayahnya dan
menuju ke tempat di mana Jiyoon berdiri sekarang. Ia harus masuk ke dalam
ruangan sekarang juga jika tidak ingin merusak semuanya. Jiyoon menatap Kyuhyun
yang ia pikir adalah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkannya sekarang.
Tapi Kyuhyun tak bergeming menatap Sungmin bahkan saat Jiyoon sudah
menarik-narik tangannya.
"Donghae-ssi,"
pilihan terakhir, Jiyoon harus masuk ke dalam dengan atau tanpa Kyuhyun,
"bisakah kau antar aku ke dalam? Kau tahu kan, aku tidak terlalu familiar
dengan yah, tamu-tamu yang datang." Walau
aku familiar dengan keluarga besar Sungmin, kata Jiyoon dalam hati.
"oh?"
Donghae tampak tidak siap menerima permintaan Jiyoon, "Tentu, Jiyoon-ssi.
Mari." Donghae dengan sopan mempersilahkan Jiyoon masuk dan memberikan
tanda agar Jiyoon berjalan terlebih dahulu. "Di sebelah kanan untuk
keluarga dari pihak pria, dan di sebelah kiri dari pihak wanita. Kau ingin
duduk di sebelah mana?"
"eung....."
Jiyoon melihat sekeliling sambil berpikir dimana sebaiknya ia duduk ketika
tiba-tiba ada tangan kecil yang menggamit tangannya.
"unnie!"
Jiyoon menoleh ke
arah suara dan mendapati seorang gadis berusia sekitar empat belas tahun duduk
di barisan kedua dari belakang dan kini sedang menggenggam tangannya,
"Nayoung-ah!"
"kau datang
sendiri? Duduklah di sini, temani aku. Appa dan eomma sedang sibuk di
belakang." Pinta gadis bernama Nayoung itu sambil menepuk bangku di
sebelahnya.
"eo? Eoh,
geurae." Sejenak Jiyoon menoleh ke arah Donghae, "aku di sini saja.
Terima kasih sudah mengantar." Jiyoon tersenyum sekenanya.
"kalau
begitu aku pergi dulu." Donghae mengangguk pada Jiyoon yang juga dibalas
Jiyoon.
-o0o-
From :: evilcho
Jangan coba-coba bertindak konyol. Aku tepat di belakangmu.
To :: evilcho
You must really think i'm such a psycho.
From :: evilcho
Yes, you are.
Jiyoon menggeram
kesal dan meremas ponselnya kuat-kuat. Bisa dipastikan ia akan berbalik dan
melayangkan tinju ke muka Kyuhyun jika saja ia tidak ingat sedang berada dalam
upacara sakral.
Seorang wanita
yang menurut Kyuhyun bernama Kim Saeun berjalan perlahan tepat di sebelah
Jiyoon dengan didampingi oleh seorang pria yang jika Jiyoon boleh menebak,
pastilah itu ayahnya. Dengan gaun putih cantik dan buket bunga di tangannya,
wanita itu berjalan sambil tersenyum pada pria yang menunggunya di altar sana,
Lee Sungmin.
Sungmin tersenyum
manis saat meraih tangan calon istrinya. Hanya dengan melihat sorot mata
Sungmin, Jiyoon tahu dada Sungmin sedang berdebar-debar. Jiyoon tahu persis apa
yang Sungmin rasakan meskipun ia tidak mengatakannya. Jiyoon mengerti Sungmin
sampai pada titik itu.
Dan Jiyoon
merasakan hal yang sama. Jantungnya berdegup kencang seolah sedang terjadi
pacuan kuda di dalamnya. Namun debaran ini bukanlah debar yang sama seperti
yang Sungmin rasakan, bukan debar bahagia melainkan.... entah sakit hati,
cemburu, kehilangan, atau apa namanya.
"Kim
Saeun-ssi, bersediakah engkau, menerima Lee Sungmin sebagai suamimu,
mendampinginya di saat susah maupun senang, sampai maut memisahkan?"
Saya bersedia. Sayang, kata-kata itu tak pernah bisa terlontarkan dari mulut Jiyoon di
altar bersama Sungmin.
"Saya
bersedia." Jawab Saeun mantap. Dan ini membawa dampak buruk bagi
kelangsungan hidup jantung Jiyoon yang mungkin sebentar lagi akan kehilangan
iramanya mengingat Jiyoon sudah mulai merasa sakit di dadanya.
"dan kau,
Lee Sungmin-ssi. Bersediakah engkau, menerima Kim Saeun sebagai istrimu,
menjaganya di waktu sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan?"
Jiyoon tak tahan
lagi! Ia tak bisa mendengar Sungmin bersedia menerima wanita lain sebagai
istrinya dan bukan dirinya! Lima tahun bersama, Sungmin tak pernah sedikitpun
berniat meresmikan hubungan mereka di hadapan Tuhan. Dan sekarang? Sungmin baru
mengenal Saeun dalam satu tahun tapi ia memutuskan untuk menikah? Kekonyolan
macam apa ini?!
Dengan langkah
lebar Jiyoon pergi meninggalkan ruangan dengan tangan menggenggam kuat
ponselnya. Tidak peduli apa kata orang nanti, yang jelas Jiyoon sudah tidak
tahan lagi! Daripada Jiyoon harus menangis meraung-raung di ruangan itu yang
malah menimbulkan banyak pertanyaan, lebih baik Jiyoon pergi secepatnya.
"Yoon,
tunggu!" Kyuhyun yang menyusul Jiyoon keluar segera mencekal tangan
Jiyoon, karena Kyuhyun takut Jiyoon akan bertindak bodoh. "kau mau kemana?"
Jiyoon tersentak
saat Kyuhyun mencekalnya. Air matanya sudah berkumpul di pelupuk dan matanya
pun sudah berkaca-kaca. Jiyoon benar-benar harus pergi dari sini sekarang juga.
"aku harus segera ke kantor, Kyu. Ada meeting
mendadak."
Kyuhyun tetap tidak
bergeming dan melepaskan cekalannya, "kau sudah meliburkan karyawanmu
untuk libur natal sejak lusa, Yoon. Meeting
apa lagi yang kau maksud?"
Sayup-sayup
terdengar suara Sungmin yang menyatakan kesediaannya. Dan kini Jiyoon
benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Sekali saja ia mengedipkan matanya,
tumpah sudah air mata yang selama ini ia tahan. "please, Kyu. I have to go." Dengan sekuat tenaga Jiyoon
melepaskan cengkeraman Kyuhyun dan berlari ke mobil. Tak peduli kemana
tujuannya nanti, yang penting dia harus segera pergi dari sini.
-o0o-
Bukan hal yang
sulit bagi Jiyoon untuk pergi meninggalkan Korea secepat yang ia mau. Masalahnya,
kemana ia harus pergi? Tidak mungkin hanya di sekitar Asia, karena
perjalanannya akan terlalu singkat. Jiyoon butuh tidur lebih dari delapan jam
untuk menetralisir semuanya. Tidak mungkin juga ke Amerika, karena para bawahan
ayahnya pasti akan segera mengetahuinya. Eropa adalah pilihan bagus, dan
Venesia menjadi keputusannya.
"jika mereka
berbahagia di Maldives, maka bahagiakan dirimu sendiri di Venice, Yoon.
Kajja!"
-o0o-
Berbelanja di
negara lain dengan menggunakan kartu kredit unlimited
dari ayahnya adalah kecerobohan Jiyoon sekarang ini. Pasalnya, ayahnya akan
segera tahu di mana Jiyoon berada dan akan menginterogasinya. Ini akan berujung
pada Jiyoon yang harus mengunjungi ayahnya di Cincinnati karena Jiyoon ternyata
punya waktu luang untuk pergi ke luar negeri di luar urusan bisnis.
Kecerobohan
Jiyoon yang terbesar adalah ia memilih Venice untuk melarikan diri dari sakit
hati. Jiyoon hanya berpikir akan menenangkan diri di atas gondola sambil
mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh sang pengemudi. Tidak terpikir olehnya
bahwa Venesia adalah kota yang banyak dituju untuk bulan madu juga! Dan sudah
pasti Jiyoon melihat banyak sekali pasangan yang sepertinya baru menikah di
sini. Sial.
Lebih sialnya
lagi adalah, Sungmin dan Saeun ada di sini! Mereka ada di hotel tempat Jiyoon
menginap dan sekarang ada di depannya! Jiyoon bersumpah akan membunuh Kyuhyun saat
ia kembali ke Korea nanti karena telah salah memberikan info.
Jiyoon tak bisa
lagi mengelak saat mata Sungmin benar-benar sudah mengunci pandangannya.
"Yoon?"
Sungmin memanggil Jiyoon ragu seolah masih ingin memastikan bahwa wanita di
depannya adalah Jiyoon, Jiyoon-nya yang dulu.
Jiyoon tak
kunjung menjawab panggilan Sungmin meski mereka kini sudah berhenti dan
benar-benar berhadapan. Saeun yang merasa kedua orang di depannya ini masih
harus menyelesaikan sesuatu di antara mereka memilih untuk pergi menuju kamarnya
terlebih dahulu.
"kau
kenapa ada di sini? Bukankah kalian
berencana untuk bulan madu di Maldives?" tanya Jiyoon berpura-pura enteng
saat Saeun sudah pergi.
"memang
awalnya seperti itu. tapi karena beritanya sudah tersebar luas, kami pikir
pasti fans sudah bersiap-siap di sana. Jadi Saeun memintaku mengalihkan bulan
madu kami ke tempat lain dengan alasan privasi. Kau sendiri?"
"aku? Aku..."
Jiyoon gugup, dan itu tak terpungkiri, "well, you know.. business trip." Jiyoon nyengir kuda.
Sungmin mengangguk
mengerti. Kemungkinan Sungmin percaya akan kebohongan Jiyoon kurang lebih enam
puluh persen. "kemarin kau datang kan?"
"eh?"
"pernikahanku."
"oh.. oh
iya. Congrats by the way."
Jiyoon memaksakan senyum yang hasilnya sungguh tidak memuaskan.
"terima kasih."
"Saeun-ssi
sepertinya wanita yang baik."
Sungmin
tersenyum, ia menerawang ke arah gondola yang berjalan lalu berkata, "aku
masih belum tahu apakah dia sebaik dirimu atau tidak, karena ini baru tahun
pertama kami menjalin hubungan. Sedangkan kau, kau bisa bertahan menghadapiku
lebih dari lima tahun. Tapi bagaimanapun, aku harus tetap 'berpindah' padanya, karena dia
rumahku." Sungmin kembali menatap Jiyoon, "temukanlah rumahmu, Yoon.
Dan berpindahlah kesana." Sungmin menepuk bahu Jiyoon perlahan dan pergi
meninggalkan Jiyoon menyusul istrinya.
Jiyoon terpaku.
Ia tak menyangka akan semudah itu Sungmin mengatakannya. untuk beberapa detik
Jiyoon tak tahu apa yang harus dilakukannya. Namun sejurus kemudian, masih
dengan tatapan kosong ia berjalan ke arah gondola dan menaikinya.
Lantunan
senandung berbahasa Italia yang tak Jiyoon mengerti artinya menemani Jiyoon
yang tengah sibuk menatap nanar ke dalam air yang jernih. Entah sudah berapa
lama air mata Jiyoon terkumpul di pelupuk matanya. Sampai pada akhirnya gondola
itu berhenti dan sang pengemudi tak bernyanyi lagi. Dan detik itulah air mata
Jiyoon menetes. Ia sudah tak bisa menahannya lagi. Ia tak peduli jika pengemudi
gondola itu akan menganggapnya gila, Jiyoon sudah tidak bisa lagi menahan
tangisnya!
-o0o-
Sayup-sayup
Kyuhyun mendengar suara seorang gadis menangis tidak jauh dari tempatnya
berdiri. Perasaannya tak enak, ia harus menemukan gadis itu secepatnya.
Benar saja,
Kyuhyun mendapati Jiyoon menangis sambil memeluk lututnya di atas gondola.
Pengemudi gondola yang dinaikinya bahkan sampai bingung memperhatikan Jiyoon
tanpa tahu harus berbuat apa. Kyuhyun berlari menghampiri pengemudi gondola itu
dan berkata dalam bahasa Italia, "bisakah anda memberikan kami waktu
sebentar? Sepertinya lima menit saja cukup." Beruntung, pemilik gondola
itu mengerti apa yang dikatakan Kyuhyun dalam aksen yang aneh dan ia
menyetujuinya. "terima kasih."
Kyuhyun
menghampiri Jiyoon dan merangkulkan jaketnya pada Jiyoon, "Yoon...."
Jiyoon mengangkat
kepalanya hanya untuk mengecek kebenaran bahwa suara yang didengarnya barusan
adalah suara Kyuhyun. Dan ternyata benar, ada Kyuhyun di hadapannya.
"jahat! Kau jahat, Kyu! Kenapa kau tidak bilang kalau mereka mengganti
tujuan bulan madunya, hah?! Kenapa?!" dengan segala kekuatan yang masih
tersisa Jiyoon memukuli Kyuhyun. Beruntung menangis membuat tenaga Jiyoon
terkuras habis, jadi Kyuhyun tidak perlu khawatir lebam-lebam karena pukulan
Jiyoon.
"yoon!
Sakit!" Kyuhyun menangkap tangan Jiyoon dan membuatnya tidak bisa bergerak
lagi, "maafkan aku, aku juga baru mengetahuinya saat upacara pernikahan.
Dan aku juga tidak tahu kalau kau akan kabur ke sini."
Jiyoon
menjatuhkan kepalanya ke dada bidang Kyuhyun dan menangis sejadi-jadinya.
Kyuhyun pun tak punya pilihan lain selain memeluk Jiyoon.
"sssstt...
sudah, Yoon..." selembut mungkin Kyuhyun mengusap kepala Jiyoon untuk
menenangkannya. Kyuhyun melirik ke tepian dan mendapati pemilik gondola itu
sudah kembali, yang berarti lima menitnya sudah habis. "sekarang kita
kembali ke kamarmu dulu, dan kau boleh melanjutkan acara menangismu di sana.
Pemilik gondola ini sudah menyuruh kita pergi, Yoon.."
Jiyoon mendongakkan kepalanya dan terlihatlah mata dan wajah yang merah
serta bibirnya yang cemberut. Sebenarnya Kyuhyun ingin tertawa melihat
penampakan Jiyoon yang seperti itu, tapi ia urungkan karena bisa-bisa ia
dibanting jatuh ke air oleh Jiyoon. Padahal saat ini suhu udara sedang berada
pada titik minus dua derajat.
Kyuhyun menawarkan agar Jiyoon naik ke punggungnya yang langsung disetujui
Jiyoon tanpa protes sedikitpun. Dan ia memilih memejamkan mata saat berada di
atas punggung Kyuhyun. Rasanya tenaganya habis tak tersisa.
-o0o-
"kau yakin mau meminum yang itu, Yoon?"
tanya Kyuhyun saat Jiyoon mengambil wine
dengan kadar alkohol yang tinggi.
"sekali-sekali. Tidak setiap tahun juga kan
aku sestress ini. Kalau aku mabuk pun aku ada di kamarku, bukan sedang menyetir
mobil. Jadi aku bisa langsung tidur." Jawab Jiyoon enteng sambil menuangkan wine ke dua buah gelas dan menyerahkan
salah satu gelas pada Kyuhyun.
"terserah kau saja." Kyuhyun yang
kelelahan seharian mencari Jiyoon memilih untuk menyesap sedikit wine-nya dan
merebahkan diri di sandaran sofa.
Jiyoon terkekeh mendengar kalimat pasrah Kyuhyun. Hal ini sangat jarang
terjadi karena biasanya Kyuhyun akan mendebat apapun yang dikatakan Jiyoon.
Jiyoon lalu meneguk habis wine yang ia tuang ke dalam gelasnya dan mengisinya
lagi dengan volume yang sama. Ia teguk lagi gelasnya yang kedua sampai habis
karena menurut Jiyoon ini adalah wine paling enak yang pernah ia temukan.
Kyuhyun tersentak melihat cara minum Jiyoon. "Yoon! Kau gila!
Tidak seperti itu caranya! Kau pikir ini soju, hah?!"
"ini lezat, Kyu! Kau harus meneguk habis
semuanya baru kau akan merasakan lezatnya!" kata Jiyoon mulai
mabuk, ia kini meneguk gelas ketiganya. Kadar toleransi alkohol Jiyoon memang
sangat rendah, jadi sekali teguk saja sudah bisa membuatnya mabuk.
"cukup, Yoon!" Kyuhyun mengambil
paksa gelas dan botol wine dari tangan Jiyoon dan menyingkirkannya jauh-jauh ke
mini bar.
"hei, aku belum mabuk! Lihat, aku masih
bisa berjalan seperti biasa! Kau ini sensitif sekali." Kata Jiyoon sambil
berjalan ke arah mini bar menghampiri Kyuhyun.
"tidak sekarang. Tapi sebentar lagi."
Jiyoon mendengus kesal dan meletakkan kepalanya di meja. Sedangkan Kyuhyun
duduk di hadapannya, menatapnya intens dengan tatapan mengancam. Beberapa detik
terdiam, Jiyoon teringat kembali pada apa yang terjadi sore tadi. "kira-kira mereka sedang apa ya, Kyu?"
"sudahlah, Yoon.... Kalau Sungmin hyung
bisa melepaskanmu, kau juga harus bisa melepaskannya. mereka sudah bahagia, dan
kalau mereka bahagia itu berarti kau juga harus bahagia.. apa yang mereka
lakukan, kau juga pasti bisa melakukannya."
"apa yang mereka lakukan, aku juga bisa
melakukannya..." Jiyoon tampak berpikir dan sejurus kemudian
ia tersenyum mengerikan menurut Kyuhyun. "menurutmu, apa yang sedang mereka lakukan
sekarang, Kyu?" tanya Jiyoon pada
Kyuhyun yang tengah menyesap wine-nya yang tersisa.
"making love." Jawab Kyuhyun asal.
Ia tidak mau lagi menanggapi pertanyaan-pertanyaan Jiyoon tentang ini. Sungguh.
Jiyoon melangkah
lebar menghampiri Kyuhyun yang sedang meneguk habis wine-nya dan berdiri di hadapannya dengan tatapan mengerikan,
"let's do it!"
Hampir saja
Kyuhyun tersedak mendengar apa yang dikatakan Jiyoon barusan. Jiyoon
benar-benar gila sekarang. "mwo?! Kau gila, Yoon!"
"salahkan
dia kalau aku jadi gila! Dia bisa bercinta dengan Saeun, aku juga bisa bercinta
dengan pria lain!"
"jangan
bercinta dengan sembarang pria! Kau ini menistakan diri atau apa, Yoon?!"
"karena itu,
akan kulakukan denganmu. Hm?" Jiyoon menatap ke dalam manik mata Kyuhyun,
memohon.
-o0o-
Jiyoon
mengerjap-ngerjapkan matanya setelah terbangun dari tidur panjang karena
kelelahan. Matahari belum muncul dari peraduannya. Nyeri terasa di sekujur
tubuhnya dan seketika ia teringat Kyuhyun. Jiyoon menoleh dan mendapati Kyuhyun
masih ada di sampingnya dan masih berada pada posisi yang sama, menghadap
Jiyoon.
"Kyu..."
Jiyoon mengusap dada Kyuhyun perlahan.
Kyuhyun yang
mendengar suara Jiyoon, berusaha membuka mata dan menjawab panggilan Jiyoon
dengan suara serak khas orang bangun tidur, "eungh Yoon.. wae? Sudah
pagi?"
"mungkin..."
Jiyoon merangsek ke dada Kyuhyun dan Kyuhyun memeluknya.
"kenapa
hmm..?" sambil mengelus rambut Jiyoon, Kyuhyun bertanya selembut mungkin.
"i must have been look like a bitch last
night, right?"
"sedikit."
Jawab Kyuhyun enteng yang berakibat mendapat cubitan di perut dari Jiyoon.
"ack! Sakit, Yoon!"
"manis
sedikit! Semalam kau bilang ingin memintaku tapi sekarang seperti ini."
Kyuhyun terkekeh,
"bohong kalau aku bilang tidak sama sekali. Kau yang terus memintaku untuk
menidurimu meskipun aku sudah berkata tidak."
"kenapa kau
tidak membentakku dan pergi saja seperti biasanya?"
"pria mana
yang sanggup menolak kalau ada wanita cantik yang minta ditiduri, Yoon?"
"dasar
kau!" muka Jiyoon memerah, beruntung ini masih gelap jadi Kyuhyun tidak
bisa melihatnya dengan jelas.
Kyuhyun menghela
napas dan mengeratkan pelukan pada Jiyoon, "jadi, mau berkencan denganku,
Yoon? Cerita detailnya tentang sejak kapan dan kenapa aku mencintaimu
kujelaskan kapan-kapan saja."
"kalau
menikah bagaimana?"
"agar aku
lebih cepat menyentuhmu lagi?"
"yak!"
Kyuhyun terkekeh
kemudian menatap mata Jiyoon, "jadi, kapan aku bisa mendapatkannya
lagi?"
"sekarang?"
Kyuhyun
tersenyum menang dan kembali mengungkung Jiyoon dalam kekuasaannya.