Empat derajat celsius. Suhu yang cukup pantas bagi Jiyoon untuk mengenakan
mantel tebal dan memperoleh kehangatan dari segelas kopi panas. Sudah kesekian
kalinya dalam bulan ini ia terjebak dalam renungan panjang tak beralasan.
Matanya memandang cakrawala tanpa batas dan hanya ditemani hembusan nafas.
Kali ini Jiyoon memilih untuk berjalan, menyusuri setapak mengikuti jiwanya
yang ingin menilik kisah-kisah lama. Seperti sungai yang mengarah ke samudra,
setapak itu pun berujung di jalan raya. Jiyoon memilih duduk di bawah payung di
depan sebuah swalayan di seberang jalan. Angin musim gugur di sini masih sama
seperti tiga tahun lalu, sejuk dan menenangkan. Walaupun bangunan yang ada di
hadapannya kini sudah semakin mewah, tapi masih dalam kepemilikan yang sama–
"Yoon?"
Masih milik pria
ini. Jiyoon tersenyum. Tidak terlalu lebar, tapi cukup menunjukkan bahwa ia
menyambut kehadiran seorang Cho Kyuhyun.
Ditariknya kursi
dihadapan Jiyoon dan duduklah ia di sana. Lalu dengan cara yang –masih- sama,
dibukalah kaleng minumannya, "sedang apa di sini? Kupikir kau pulang ke
Cincinnati."
Jiyoon hanya
tersenyum lagi dan menggeleng dua kali lalu menyeruput kopinya. Dan Kyuhyun
cukup paham arti reaksi Jiyoon, bahwa ia tidak sedang melakukan apapun dan
tidak pula kembali ke Cincinnati selama tiga tahun ini.
Hening. Bukan hal
mudah lagi bagi Jiyoon memandang apalagi menatap mata seorang Kyuhyun, sejak
tiga tahun lalu. Maka Jiyoon hanya memandang ke arah jalanan yang lengang.
Mungkin hanya segelintir mobil yang melintas dan semuanya berbelok ke arah yang
sama, kantor Kyuhyun. Dan sayangnya bukan hal penting lagi bagi Kyuhyun ketika
Jiyoon bungkam. Tidak seperti dulu dimana Kyuhyun akan begitu khawatir dan
membombardir Jiyoon dengan pertanyaan seperti 'Yoon, kau kenapa? Marah padaku?'.
Spekulasi. Entah
memang sudah tidak penting atau Kyuhyun sedang sangat sibuk saat ini. Pasalnya,
sejak tadi ia memperhatikan sesuatu di ponselnya dengan sangat serius. Mungkin
sesuatu terjadi di kantornya.
"eoh.
Wae?" Jiyoon yang agak terkejut menoleh ke arah Kyuhyun, dan Kyuhyun yang
memang sedang tidak berbicara pada Jiyoon justru melihat ke seberang jalan, ke
arah pintu masuk kantornya lebih tepatnya. "arrasseo. Aku ke sana
sekarang." Klik.
Buru-buru Kyuhyun
memasukkan ponsel ke saku jasnya dan berpamitan pada Jiyoon, "Maaf tidak
bisa mengobrol denganmu sekarang, Yoon. Something's emergency. Sampai jumpa
lain kali."
Di kejauhan,
terlihat Kyuhyun berlari ke arah lobi dan menemui rekannya, mungkin yang tadi
menelepon. Tidak lama setelahnya, dua mobil mewah memasuki area kantor Kyuhyun
dan berhenti tepat di hadapannya. Kyuhyun menyambut kehadiran rombongan itu
dengan sumringah tanpa menghilangkan rasa hormat. Sungguh sosok seorang atasan
yang patut jadi panutan, pikir Jiyoon.
Lagi-lagi Jiyoon
hanya tersenyum sambil memandangi cup
kopi yang sebenarnya tidak ada istimewanya sama sekali. Bukan, Jiyoon bukan
sedang tersenyum pada cangkir kopi, ia hanya sedang tersenyum senang tapi
sekaligus miris melihat Kyuhyun dan melihat dirinya sendiri sekarang.
-o0o-
Jiyoon meneguk tetes terakhir kopinya yang terasa menyakitkan di
kerongkongan. Angin pun mulai membawa jarum-jarumnya yang tak kasat mata dan
siap sedia menusuk siapapun di luar sana yang menghalangi jalannya. Tak kuasa,
Jiyoon mengalah dan pergi. Menyusuri pedestrian dan berbelok ke jalan yang
lebih ramai. Sederet toko pakaian dan kosmetik berjejer di bahu jalan.
Muda-mudi berlalu-lalang dari toko satu ke toko lain demi memenuhi kebutuhan
personalisasi diri.
Dengan mengeratkan jaketnya dan berjalan sedikit lebih cepat, Jiyoon
berusaha menerobos keramaian. Ia pasti sudah sampai di halte bus sekarang kalau
saja tidak ada segerombol mahasiswi menghalangi jalannya. Hampir saja ia
berdehem untuk membuat mereka menyingkir ketika ia mendapati salah seorang dari
mereka–
"Sunkyu-ya.."
"Annyeonghaseyo.."
Gadis-gadis itu diam seketika dan mengikuti Sunkyu mengangguk pada Jiyoon.
Melihat keduanya tak kunjung berkata apapun dalam beberapa detik, mereka
memutuskan untuk meninggalkan keduanya sendiri.
"Sunkyu-ya,
naeil boja!" teriak mereka sambil melambaikan tangan dan pergi.
"eoh,
jalga!" Sunkyu balas melambaikan tangan dan tersenyum lebar. Ia lalu
kembali menatap Jiyoon dan tersenyum.
-o0o-
Beruntung tidak
perlu menunggu lama untuk mendapatkan bus yang bisa mengantarkannya pulang.
Jiyoon mengambil tempat duduk di tepi jendela di sebelah Sunkyu yang tampak
sedikit repot dengan tas belanjaannya.
"Sunkyu-ya,
ada yang ingin kutanyakan padamu." Ucap Jiyoon sambil menimang-nimang
ponselnya, "Sungmin oppa.... apa kau masih memikirkannya?" kini
Jiyoon sedikit menoleh ke arah Sunkyu, tapi tidak menatap matanya.
Sunkyu sedikit
tertawa mendengar pertanyaan Jiyoon, "waeyo? Unnie masih
memikirkannya?"
Jiyoon sedikit
terkejut mendengar Sunkyu memanggilnya 'unnie'. Seingat Jiyoon gadis ini
tidak pernah berlaku sopan padanya karena Sunkyu dulu selalu berpikir bahwa
Sungmin oppa-nya direbut oleh Jiyoon. Kenapa sekarang ia bisa berubah seperti
ini?
Tak kunjung
mendapat jawaban dari Jiyoon, Sunkyu menyimpulkan jawaban Jiyoon adalah iya.
Lagi-lagi ia tersenyum, "sudah tidak lagi sekarang. Beberapa bulan setelah
kalian memutuskan untuk bersama, memang aku terus-menerus marah dan mengutuki
kalian berdua. Tapi lama kelamaan aku lelah. Toh kalian tidak mungkin akan
berpisah hanya karena aku marah-marah dan mengutuki kalian. Jadi aku berhenti.
Jujur saat itu aku masih sering memikirkannya sampai aku seperti orang gila.
Sampai akhirnya aku masuk di universitas dan menemukan banyak hal yang lebih
menyenangkan. Aku berpikir, untuk apa aku bersedih berharap sesuatu yang sudah
tidak mungkin lagi menjadi milikku kalau di hadapanku saja banyak hal yang bisa
membuatku senang? Sejak saat itu aku sudah tidak memikirkannya lagi."
Jiyoon mengangguk
mengerti. Sunkyu mungkin masih anak-anak di mata Jiyoon, dan walaupun pola
pikirnya pun masih polos tapi Sunkyu sudah bisa menemukan kebahagiaannya
sendiri. Tanpa terbebani apa yang ada di masa lalunya lagi.
"aku tidak
bisa memberi saran apa-apa padamu karena kau pasti lebih mengerti semua ini
daripada aku. Dulu Sungmin oppa juga memilihmu karena itu, kan?" Sunkyu
menepuk bahu Jiyoon sebelum pintu bus terbuka dan ia turun, meninggalkan Jiyoon
yang memang masih harus melanjutkan perjalanan sampai ke halte depan.
-o0o-
"Yoonnnnnn!!
Kau kemana saja?? Kenapa teleponku tidak kauangkat, huh?!" semprot Hyunmi
saat Jiyoon baru saja memasuki rumah.
Jiyoon yang sudah
merebahkan diri di sofa dengan malas merogoh saku mantel, mengeluarkan
ponselnya dan menunjukkannya tepat di depan muka Hyunmi, "tewas."
Lalu digeletakkannya dengan sembarangan ponsel itu di atas rak.
Hyunmi yang sudah
terbiasa dengan sikap Jiyoon yang seperti ini hanya mendengus kesal dan
menyambar remote televisi lalu menyalakannya.
Lee Sungmin Super Junior dikabarkan akan melangsungkan
pernikahan dengan Kim Saeun pada tanggal 13 Desember 2014. Dengan keluarnya
berita ini, SM Entertainment meyakinkan para penggemar Super Junior untuk tidak
perlu khawatir karena Sungmin akan tetap mengikuti promosi album baru Super
Junior.
Klik. Rasa
bersalah merundung Hyunmi seketika itu
juga. Kenapa harus berita itu yang muncul? Kenapa di jam-jam seperti ini ada
siaran berita? Kenapa dia harus menyalakan televisinya???? Hyunmi ingin
mencabuti saja seluruh rambut yang tumbuh di kepalanya.
Hening. Hyunmi
tidak berani memulai percakapan apapun dengan Jiyoon dalam kondisi seperti ini.
"Hyun..."
Jiyoon akhirnya memecah keheningan, "kau tau aku tadi dari mana?"
"tidak..."
"aku bertemu
Kyuhyun, tidak sengaja. Dan kau tahu? Sekarang kantornya sudah jauh lebih besar
dari tiga tahun yang lalu. Dia terlihat sangat mumpuni menjalankan
bisnisnya." Jiyoon berguling ke sisi kanan, menghadapkan badannya ke arah
Hyunmi, "lalu di bus tadi aku duduk di sebelah Sunkyu. Dia sekarang sudah
jauh lebih sopan padaku, Hyun. Dan aku menanyakan tentang Sungmin.."
"Yoon... kau
tidak sedang menyesal, kan?"
Jiyoon menggeleng
lemah, "just... it feels like
everyone already left their past without any hesitation and is doing fine now.
They even have reached their own success and happiness. Sedangkan aku malah
masih stuck di sini, mengais
sisa-sisa harapan yang masih bisa kukumpulkan." Jiyoon mengesah,
"kapan aku bisa seperti mereka, Hyun?"
Hyunmi merangkul
Jiyoon, berusaha menenangkan sahabat terbaiknya, "it means you have to start over now. Just think about the future, Yoon. Kesalahan di masa lalu sudah
tidak bisa diperbaiki lagi, tapi kesalahan di masa depan bisa dicegah. Jangan sampai
kegagalanmu di masa lalu membuatmu gagal di masa depan juga. Kau akan jauh
lebih menderita dari ini kalau sampai hal itu terjadi, Yoon."
-o0o-
"Dad, i'll take your offer."
No comments:
Post a Comment