Empat derajat celsius. Suhu yang cukup pantas bagi Jiyoon untuk mengenakan
mantel tebal dan memperoleh kehangatan dari segelas kopi panas. Sudah kesekian
kalinya dalam bulan ini ia terjebak dalam renungan panjang tak beralasan.
Matanya memandang cakrawala tanpa batas dan hanya ditemani hembusan nafas.
Kali ini Jiyoon memilih untuk berjalan, menyusuri setapak mengikuti jiwanya
yang ingin menilik kisah-kisah lama. Seperti sungai yang mengarah ke samudra,
setapak itu pun berujung di jalan raya. Jiyoon memilih duduk di bawah payung di
depan sebuah swalayan di seberang jalan. Angin musim gugur di sini masih sama
seperti tiga tahun lalu, sejuk dan menenangkan. Walaupun bangunan yang ada di
hadapannya kini sudah semakin mewah, tapi masih dalam kepemilikan yang sama–
"Yoon?"