Pages

26 December, 2014

Fate NOT Fated (PG+15 ver.)


Hyunmi mendapati Jiyoon tengah mematut diri di depan meja riasnya. Dengan blouse tosca dan celana panjang berwarna cream, dilengkapi blazer yang berwarna senada dengan celananya, Jiyoon terlihat simpel namun tetap elegan dan menawan. Tanpa harus mengumbar kaki mulusnya, orang-orang sudah dipastikan dapat mengetahui kalau kaki Jiyoon jenjang, dengan atau tanpa heels tujuh sentimeter yang ia kenakan kini.

Raut wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi. Setidaknya itu yang ditangkap mata Hyunmi selama beberapa detik memperhatikan Jiyoon dari balik pintu kamarnya. Jiyoon kembali memastikan rambut sebahunya tergerai rapi dan make-up-nya tidak terlalu tebal seperti ibu-ibu fashionista pelanggan butik Mom-nya saat ia sadar ada Hyunmi di belakangnya.

"Kau tidak sedang memutuskan untuk menjadi lesbian dan mengencaniku setelah melihatku secantik ini kan, Hyun?" kekeh Jiyoon, masih dengan tisu di tangan untuk merapikan goresan lipstick yang sedikit tidak rapi di bibirnya.

Hyunmi memutar bola matanya, ia jengah dengan sikap Jiyoon yang seperti ini. "Kau mau sarapan dulu tidak?"

"Tentu saja! Aku butuh banyak energi untuk hari ini, Hyun. Lagipula, kau kan tahu kalau aku tidak bisa melewatkan sarapanku."

"Aku tahu. Hanya saja, mungkin kau akan membuat pengecualian hari ini. Melihat kau sudah serapi itu."

Jiyoon meraih tas tangannya dan tersenyum penuh arti ke arah Hyunmi.

"Aish...! aku tidak tertarik dengan senyuman anehmu itu, Yoon. Nasi goreng atau roti tawar?"

"eung....." Jiyoon terlihat berpikir dan melirik jam tangannya, "berhubung acara dimulai jam 10 dan ini masih jam 8, fried rice sounds good, Hyun." Jiyoon melancarkan aksi eyesmile-nya yang diikuti raut wajah malas Hyunmi.

"everything will sound good if it's for your tummy, Yoon. Ckck."


-o0o-


Sungmin masih menatap langit yang sedikit berawan dari jendela kamarnya ketika terdengar suara ketukan pintu dan eomma-nya masuk. Entah apa yang sedang dipikirkan Sungmin sampai-sampai suara hak sepatu eomma-nya yang beradu dengan lantai tidak terdengar olehnya. Bahkan Sungmin baru tersadar saat tangan lembut eomma-nya menyentuh bahunya.

"Kau sudah siap? Teman-temanmu sudah menunggumu di bawah. Cepatlah turun. Hm?"

Sungmin menoleh dan menatap manik mata eomma-nya lurus-lurus, seolah mencari sesuatu, "eomma.."

"wae..?"

"semua akan berjalan lancar, kan?"

"pasti." Eomma-nya tersenyum teduh khas seorang ibu, kemudian menepuk bahu Sungmin perlahan dan berlalu.

Sungmin memutuskan untuk tidak memikirkan apa-apa lagi. Ia lalu mengambil saputangan di atas nakas dan menyelipkan di saku jasnya sebelum turun menemui teman-temannya yang akan menemaninya hari ini.


-o0o-


Sudah merupakan hal biasa bagi Hyunmi membuatkan makanan untuk gadis-cantik-nan-sukses-tapi-tidak-bisa-memasak-sama-sekali bernama Jiyoon. Bukan karena ia tidak mau bergantian dengan Jiyoon dalam hal memasak, tapi karena motto hidup Hyunmi adalah 'good food, good mood'. Bisa dibayangkan kalau ia membiarkan Jiyoon memasak dan menghasilkan makanan yang tidak layak untuk dimakan, maka mood-nya akan rusak seharian. Dan Hyunmi benci hal itu.

Pernah suatu hari Hyunmi membiarkan Jiyoon memasak karena ia sedang disibukkan dengan setumpuk tugas akuntansi. Saat ia memutuskan untuk beristirahat sebentar dan makan, seketika itu juga rasanya ia ingin meremas kepala Jiyoon dan menarik habis rambutnya. Setelah itu mood-nya untuk mengerjakan tugas menghilang entah kemana sampai deadline-nya terlewat dan untuk itu Hyunmi harus mengulang satu mata kuliah di semester berikutnya. Sejak saat itu Hyunmi mengharamkan Jiyoon bahkan untuk sekedar menginjakkan kakinya di dapur!

"kau yakin akan ke sana, Yoon?" tanya Hyunmi sesaat sebelum memasukkan suapan ketiga ke dalam mulutnya.

"apa hal itu masih perlu ditanyakan saat aku sudah berdandan serapi ini?" Jiyoon balik bertanya sambil berusaha meletakkan potongan sosis ke atas sendoknya.

Hyunmi menghela napas dan menatap Jiyoon, "maksudku, apa kau sudah siap dengan apapun yang akan kaulihat di sana?"

"kurasa sudah. Tapi ya... kita lihat saja nanti." Jawab Jiyoon enteng sambil mengedikan bahu lalu memasukkan sesuap nasi.

Hyunmi menatap Jiyoon tak mengerti, "kau tidak berencana mengacaukan acara kan, Yoon?". Kini mata Hyunmi benar-benar memandang lurus ke dalam manik mata Jiyoon, mencari ide konyol yang mungkin saja akan dilakukan Jiyoon dalam beberapa jam dari sekarang.

"ya! Kau pikir aku ini teroris atau semacamnya, hah?!" hardik Jiyoon masih dengan mulut yang dipenuhi nasi gorengnya.

"tidak pernah ada yang tahu apa yang ada dalam otak seorang Hwang Jiyoon, kan?"

"ya, Park Hyunmi!" sebagian nasi yang sudah ada di dalam mulut Jiyoon menyembur keluar saking semangatnya Jiyoon membentak Hyunmi.

"arrasseo, arrasseo! Aish... kau ini jorok sekali. Cepat habiskan makananmu dan pergilah! Make-up-mu akan rusak jika kau terjebak macet di jalan nanti."


-o0o-


Jiyoon memarkirkan mobilnya di halaman sebuah gedung putih yang walaupun tidak terlalu besar tapi terlihat megah. Pintu masuknya pun terlihat indah dengan dihiasi rangkaian bunga crysant di bagian atasnya. Terlihat beberapa orang berkerumun di depan pintu masuk kemudian satu per satu berjalan memasuki tempat acara.

Jiyoon berjalan dengan langkah percaya diri walaupun dengan wajah datar tanpa ekspresi. Namun kemudian ia tersenyum dan mempercepat langkahnya ketika matanya menangkap sosok pria yang ia kenal sedang berdiri di dekat pintu bersama beberapa temannya menyambut tamu yang datang.

"syukurlah ada kau di sini." Jiyoon merengkuh lengan Kyuhyun tanpa melihat wajah sang empunya dan malah mengangguk pada beberapa tamu yang lewat.

Kyuhyun yang kaget karena tindakan Jiyoon mendadak panik, "Yoon? Sedang apa kau di sini?"

Jiyoon melepas pelukannya dari tangan Kyuhyun dan merogoh ke dalam tasnya, "menghadiri undangan. Walaupun kelakuanku barbar tapi setidaknya aku masih tahu cara menghormati orang lain, Kyu."

"tapi, Yoon-"

"it's okay." Dimasukkannya lagi undangan yang tadi sempat ia keluarkan, "Kau tenang saja. Aku tidak akan menghancurkan acara ini." Jiyoon tersenyum dan menepuk lengan Kyuhyun yang sekarang sudah sedikit berotot, walaupun tidak sekekar...

Sungmin. Mata Jiyoon menangkap sosok Lee Sungmin yang tengah berjalan di sebelah ayahnya dan menuju ke tempat di mana Jiyoon berdiri sekarang. Ia harus masuk ke dalam ruangan sekarang juga jika tidak ingin merusak semuanya. Jiyoon menatap Kyuhyun yang ia pikir adalah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkannya sekarang. Tapi Kyuhyun tak bergeming menatap Sungmin bahkan saat Jiyoon sudah menarik-narik tangannya.

"Donghae-ssi," pilihan terakhir, Jiyoon harus masuk ke dalam dengan atau tanpa Kyuhyun, "bisakah kau antar aku ke dalam? Kau tahu kan, aku tidak terlalu familiar dengan yah, tamu-tamu yang datang." Walau aku familiar dengan keluarga besar Sungmin, kata Jiyoon dalam hati.

"oh?" Donghae tampak tidak siap menerima permintaan Jiyoon, "Tentu, Jiyoon-ssi. Mari." Donghae dengan sopan mempersilahkan Jiyoon masuk dan memberikan tanda agar Jiyoon berjalan terlebih dahulu. "Di sebelah kanan untuk keluarga dari pihak pria, dan di sebelah kiri dari pihak wanita. Kau ingin duduk di sebelah mana?"

"eung....." Jiyoon melihat sekeliling sambil berpikir dimana sebaiknya ia duduk ketika tiba-tiba ada tangan kecil yang menggamit tangannya.

"unnie!"

Jiyoon menoleh ke arah suara dan mendapati seorang gadis berusia sekitar empat belas tahun duduk di barisan kedua dari belakang dan kini sedang menggenggam tangannya, "Nayoung-ah!"

"kau datang sendiri? Duduklah di sini, temani aku. Appa dan eomma sedang sibuk di belakang." Pinta gadis bernama Nayoung itu sambil menepuk bangku di sebelahnya.

"eo? Eoh, geurae." Sejenak Jiyoon menoleh ke arah Donghae, "aku di sini saja. Terima kasih sudah mengantar." Jiyoon tersenyum sekenanya.

"kalau begitu aku pergi dulu." Donghae mengangguk pada Jiyoon yang juga dibalas Jiyoon.


-o0o-


From :: evilcho
Jangan coba-coba bertindak konyol. Aku tepat di belakangmu.

To :: evilcho
You must really think i'm such a psycho.

From :: evilcho
Yes, you are.

Jiyoon menggeram kesal dan meremas ponselnya kuat-kuat. Bisa dipastikan ia akan berbalik dan melayangkan tinju ke muka Kyuhyun jika saja ia tidak ingat sedang berada dalam upacara sakral.

Seorang wanita yang menurut Kyuhyun bernama Kim Saeun berjalan perlahan tepat di sebelah Jiyoon dengan didampingi oleh seorang pria yang jika Jiyoon boleh menebak, pastilah itu ayahnya. Dengan gaun putih cantik dan buket bunga di tangannya, wanita itu berjalan sambil tersenyum pada pria yang menunggunya di altar sana, Lee Sungmin.

Sungmin tersenyum manis saat meraih tangan calon istrinya. Hanya dengan melihat sorot mata Sungmin, Jiyoon tahu dada Sungmin sedang berdebar-debar. Jiyoon tahu persis apa yang Sungmin rasakan meskipun ia tidak mengatakannya. Jiyoon mengerti Sungmin sampai pada titik itu.

Dan Jiyoon merasakan hal yang sama. Jantungnya berdegup kencang seolah sedang terjadi pacuan kuda di dalamnya. Namun debaran ini bukanlah debar yang sama seperti yang Sungmin rasakan, bukan debar bahagia melainkan.... entah sakit hati, cemburu, kehilangan, atau apa namanya.

"Kim Saeun-ssi, bersediakah engkau, menerima Lee Sungmin sebagai suamimu, mendampinginya di saat susah maupun senang, sampai maut memisahkan?"

Saya bersedia. Sayang, kata-kata itu tak pernah bisa terlontarkan dari mulut Jiyoon di altar bersama Sungmin.

"Saya bersedia." Jawab Saeun mantap. Dan ini membawa dampak buruk bagi kelangsungan hidup jantung Jiyoon yang mungkin sebentar lagi akan kehilangan iramanya mengingat Jiyoon sudah mulai merasa sakit di dadanya.

"dan kau, Lee Sungmin-ssi. Bersediakah engkau, menerima Kim Saeun sebagai istrimu, menjaganya di waktu sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan?"

Jiyoon tak tahan lagi! Ia tak bisa mendengar Sungmin bersedia menerima wanita lain sebagai istrinya dan bukan dirinya! Lima tahun bersama, Sungmin tak pernah sedikitpun berniat meresmikan hubungan mereka di hadapan Tuhan. Dan sekarang? Sungmin baru mengenal Saeun dalam satu tahun tapi ia memutuskan untuk menikah? Kekonyolan macam apa ini?!

Dengan langkah lebar Jiyoon pergi meninggalkan ruangan dengan tangan menggenggam kuat ponselnya. Tidak peduli apa kata orang nanti, yang jelas Jiyoon sudah tidak tahan lagi! Daripada Jiyoon harus menangis meraung-raung di ruangan itu yang malah menimbulkan banyak pertanyaan, lebih baik Jiyoon pergi secepatnya.

"Yoon, tunggu!" Kyuhyun yang menyusul Jiyoon keluar segera mencekal tangan Jiyoon, karena Kyuhyun takut Jiyoon akan bertindak bodoh. "kau mau kemana?"

Jiyoon tersentak saat Kyuhyun mencekalnya. Air matanya sudah berkumpul di pelupuk dan matanya pun sudah berkaca-kaca. Jiyoon benar-benar harus pergi dari sini sekarang juga. "aku harus segera ke kantor, Kyu. Ada meeting mendadak."

Kyuhyun tetap tidak bergeming dan melepaskan cekalannya, "kau sudah meliburkan karyawanmu untuk libur natal sejak lusa, Yoon. Meeting apa lagi yang kau maksud?"

Sayup-sayup terdengar suara Sungmin yang menyatakan kesediaannya. Dan kini Jiyoon benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Sekali saja ia mengedipkan matanya, tumpah sudah air mata yang selama ini ia tahan. "please, Kyu. I have to go." Dengan sekuat tenaga Jiyoon melepaskan cengkeraman Kyuhyun dan berlari ke mobil. Tak peduli kemana tujuannya nanti, yang penting dia harus segera pergi dari sini.


-o0o-


Bukan hal yang sulit bagi Jiyoon untuk pergi meninggalkan Korea secepat yang ia mau. Masalahnya, kemana ia harus pergi? Tidak mungkin hanya di sekitar Asia, karena perjalanannya akan terlalu singkat. Jiyoon butuh tidur lebih dari delapan jam untuk menetralisir semuanya. Tidak mungkin juga ke Amerika, karena para bawahan ayahnya pasti akan segera mengetahuinya. Eropa adalah pilihan bagus, dan Venesia menjadi keputusannya.

"jika mereka berbahagia di Maldives, maka bahagiakan dirimu sendiri di Venice, Yoon. Kajja!"


-o0o-


Berbelanja di negara lain dengan menggunakan kartu kredit unlimited dari ayahnya adalah kecerobohan Jiyoon sekarang ini. Pasalnya, ayahnya akan segera tahu di mana Jiyoon berada dan akan menginterogasinya. Ini akan berujung pada Jiyoon yang harus mengunjungi ayahnya di Cincinnati karena Jiyoon ternyata punya waktu luang untuk pergi ke luar negeri di luar urusan bisnis.

Kecerobohan Jiyoon yang terbesar adalah ia memilih Venice untuk melarikan diri dari sakit hati. Jiyoon hanya berpikir akan menenangkan diri di atas gondola sambil mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh sang pengemudi. Tidak terpikir olehnya bahwa Venesia adalah kota yang banyak dituju untuk bulan madu juga! Dan sudah pasti Jiyoon melihat banyak sekali pasangan yang sepertinya baru menikah di sini. Sial.

Lebih sialnya lagi adalah, Sungmin dan Saeun ada di sini! Mereka ada di hotel tempat Jiyoon menginap dan sekarang ada di depannya! Jiyoon bersumpah akan membunuh Kyuhyun saat ia kembali ke Korea nanti karena telah salah memberikan info.

Jiyoon tak bisa lagi mengelak saat mata Sungmin benar-benar sudah mengunci pandangannya.

"Yoon?" Sungmin memanggil Jiyoon ragu seolah masih ingin memastikan bahwa wanita di depannya adalah Jiyoon, Jiyoon-nya yang dulu.

Jiyoon tak kunjung menjawab panggilan Sungmin meski mereka kini sudah berhenti dan benar-benar berhadapan. Saeun yang merasa kedua orang di depannya ini masih harus menyelesaikan sesuatu di antara mereka memilih untuk pergi menuju kamarnya terlebih dahulu.

"kau kenapa  ada di sini? Bukankah kalian berencana untuk bulan madu di Maldives?" tanya Jiyoon berpura-pura enteng saat Saeun sudah pergi.

"memang awalnya seperti itu. tapi karena beritanya sudah tersebar luas, kami pikir pasti fans sudah bersiap-siap di sana. Jadi Saeun memintaku mengalihkan bulan madu kami ke tempat lain dengan alasan privasi. Kau sendiri?"

"aku? Aku..." Jiyoon gugup, dan itu tak terpungkiri, "well, you know.. business trip." Jiyoon nyengir kuda.

Sungmin mengangguk mengerti. Kemungkinan Sungmin percaya akan kebohongan Jiyoon kurang lebih enam puluh persen. "kemarin kau datang kan?"

"eh?"

"pernikahanku."

"oh.. oh iya. Congrats by the way." Jiyoon memaksakan senyum yang hasilnya sungguh tidak memuaskan.

"terima kasih."

"Saeun-ssi sepertinya wanita yang baik."

Sungmin tersenyum, ia menerawang ke arah gondola yang berjalan lalu berkata, "aku masih belum tahu apakah dia sebaik dirimu atau tidak, karena ini baru tahun pertama kami menjalin hubungan. Sedangkan kau, kau bisa bertahan menghadapiku lebih dari lima tahun. Tapi bagaimanapun, aku harus tetap 'berpindah' padanya, karena dia rumahku." Sungmin kembali menatap Jiyoon, "temukanlah rumahmu, Yoon. Dan berpindahlah kesana." Sungmin menepuk bahu Jiyoon perlahan dan pergi meninggalkan Jiyoon menyusul istrinya.

Jiyoon terpaku. Ia tak menyangka akan semudah itu Sungmin mengatakannya. untuk beberapa detik Jiyoon tak tahu apa yang harus dilakukannya. Namun sejurus kemudian, masih dengan tatapan kosong ia berjalan ke arah gondola dan menaikinya.

Lantunan senandung berbahasa Italia yang tak Jiyoon mengerti artinya menemani Jiyoon yang tengah sibuk menatap nanar ke dalam air yang jernih. Entah sudah berapa lama air mata Jiyoon terkumpul di pelupuk matanya. Sampai pada akhirnya gondola itu berhenti dan sang pengemudi tak bernyanyi lagi. Dan detik itulah air mata Jiyoon menetes. Ia sudah tak bisa menahannya lagi. Ia tak peduli jika pengemudi gondola itu akan menganggapnya gila, Jiyoon sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya!


-o0o-


Sayup-sayup Kyuhyun mendengar suara seorang gadis menangis tidak jauh dari tempatnya berdiri. Perasaannya tak enak, ia harus menemukan gadis itu secepatnya.

Benar saja, Kyuhyun mendapati Jiyoon menangis sambil memeluk lututnya di atas gondola. Pengemudi gondola yang dinaikinya bahkan sampai bingung memperhatikan Jiyoon tanpa tahu harus berbuat apa. Kyuhyun berlari menghampiri pengemudi gondola itu dan berkata dalam bahasa Italia, "bisakah anda memberikan kami waktu sebentar? Sepertinya lima menit saja cukup." Beruntung, pemilik gondola itu mengerti apa yang dikatakan Kyuhyun dalam aksen yang aneh dan ia menyetujuinya. "terima kasih."

Kyuhyun menghampiri Jiyoon dan merangkulkan jaketnya pada Jiyoon, "Yoon...."

Jiyoon mengangkat kepalanya hanya untuk mengecek kebenaran bahwa suara yang didengarnya barusan adalah suara Kyuhyun. Dan ternyata benar, ada Kyuhyun di hadapannya. "jahat! Kau jahat, Kyu! Kenapa kau tidak bilang kalau mereka mengganti tujuan bulan madunya, hah?! Kenapa?!" dengan segala kekuatan yang masih tersisa Jiyoon memukuli Kyuhyun. Beruntung menangis membuat tenaga Jiyoon terkuras habis, jadi Kyuhyun tidak perlu khawatir lebam-lebam karena pukulan Jiyoon.

"yoon! Sakit!" Kyuhyun menangkap tangan Jiyoon dan membuatnya tidak bisa bergerak lagi, "maafkan aku, aku juga baru mengetahuinya saat upacara pernikahan. Dan aku juga tidak tahu kalau kau akan kabur ke sini."

Jiyoon menjatuhkan kepalanya ke dada bidang Kyuhyun dan menangis sejadi-jadinya. Kyuhyun pun tak punya pilihan lain selain memeluk Jiyoon.

"sssstt... sudah, Yoon..." selembut mungkin Kyuhyun mengusap kepala Jiyoon untuk menenangkannya. Kyuhyun melirik ke tepian dan mendapati pemilik gondola itu sudah kembali, yang berarti lima menitnya sudah habis. "sekarang kita kembali ke kamarmu dulu, dan kau boleh melanjutkan acara menangismu di sana. Pemilik gondola ini sudah menyuruh kita pergi, Yoon.."

Jiyoon mendongakkan kepalanya dan terlihatlah mata dan wajah yang merah serta bibirnya yang cemberut. Sebenarnya Kyuhyun ingin tertawa melihat penampakan Jiyoon yang seperti itu, tapi ia urungkan karena bisa-bisa ia dibanting jatuh ke air oleh Jiyoon. Padahal saat ini suhu udara sedang berada pada titik minus dua derajat.

Kyuhyun menawarkan agar Jiyoon naik ke punggungnya yang langsung disetujui Jiyoon tanpa protes sedikitpun. Dan ia memilih memejamkan mata saat berada di atas punggung Kyuhyun. Rasanya tenaganya habis tak tersisa.


-o0o-


"kau yakin mau meminum yang itu, Yoon?" tanya Kyuhyun saat Jiyoon mengambil wine dengan kadar alkohol yang tinggi.

"sekali-sekali. Tidak setiap tahun juga kan aku sestress ini. Kalau aku mabuk pun aku ada di kamarku, bukan sedang menyetir mobil. Jadi aku bisa langsung tidur." Jawab Jiyoon enteng sambil menuangkan wine ke dua buah gelas dan menyerahkan salah satu gelas pada Kyuhyun.

"terserah kau saja." Kyuhyun yang kelelahan seharian mencari Jiyoon memilih untuk menyesap sedikit wine-nya dan merebahkan diri di sandaran sofa.

Jiyoon terkekeh mendengar kalimat pasrah Kyuhyun. Hal ini sangat jarang terjadi karena biasanya Kyuhyun akan mendebat apapun yang dikatakan Jiyoon. Jiyoon lalu meneguk habis wine yang ia tuang ke dalam gelasnya dan mengisinya lagi dengan volume yang sama. Ia teguk lagi gelasnya yang kedua sampai habis karena menurut Jiyoon ini adalah wine paling enak yang pernah ia temukan.

Kyuhyun tersentak melihat cara minum Jiyoon. "Yoon! Kau gila! Tidak seperti itu caranya! Kau pikir ini soju, hah?!"

"ini lezat, Kyu! Kau harus meneguk habis semuanya baru kau akan merasakan lezatnya!" kata Jiyoon mulai mabuk, ia kini meneguk gelas ketiganya. Kadar toleransi alkohol Jiyoon memang sangat rendah, jadi sekali teguk saja sudah bisa membuatnya mabuk.

"cukup, Yoon!" Kyuhyun mengambil paksa gelas dan botol wine dari tangan Jiyoon dan menyingkirkannya jauh-jauh ke mini bar.

"hei, aku belum mabuk! Lihat, aku masih bisa berjalan seperti biasa! Kau ini sensitif sekali." Kata Jiyoon sambil berjalan ke arah mini bar menghampiri Kyuhyun.

"tidak sekarang. Tapi sebentar lagi."

Jiyoon mendengus kesal dan meletakkan kepalanya di meja. Sedangkan Kyuhyun duduk di hadapannya, menatapnya intens dengan tatapan mengancam. Beberapa detik terdiam, Jiyoon teringat kembali pada apa yang terjadi sore tadi. "kira-kira mereka sedang apa ya, Kyu?"

"sudahlah, Yoon.... Kalau Sungmin hyung bisa melepaskanmu, kau juga harus bisa melepaskannya. mereka sudah bahagia, dan kalau mereka bahagia itu berarti kau juga harus bahagia.. apa yang mereka lakukan, kau juga pasti bisa melakukannya."

"apa yang mereka lakukan, aku juga bisa melakukannya..." Jiyoon tampak berpikir dan sejurus kemudian ia tersenyum mengerikan menurut Kyuhyun. "menurutmu, apa yang sedang mereka lakukan sekarang, Kyu?" tanya Jiyoon pada Kyuhyun yang tengah menyesap wine-nya yang tersisa.

"making love." Jawab Kyuhyun asal. Ia tidak mau lagi menanggapi pertanyaan-pertanyaan Jiyoon tentang ini. Sungguh.

Jiyoon melangkah lebar menghampiri Kyuhyun yang sedang meneguk habis wine-nya dan berdiri di hadapannya dengan tatapan mengerikan, "let's do it!"

Hampir saja Kyuhyun tersedak mendengar apa yang dikatakan Jiyoon barusan. Jiyoon benar-benar gila sekarang. "mwo?! Kau gila, Yoon!"

"salahkan dia kalau aku jadi gila! Dia bisa bercinta dengan Saeun, aku juga bisa bercinta dengan pria lain!"

"jangan bercinta dengan sembarang pria! Kau ini menistakan diri atau apa, Yoon?!"

"karena itu, akan kulakukan denganmu. Hm?" Jiyoon menatap ke dalam manik mata Kyuhyun, memohon.

-o0o-

Jiyoon mengerjap-ngerjapkan matanya setelah terbangun dari tidur panjang karena kelelahan. Matahari belum muncul dari peraduannya. Nyeri terasa di sekujur tubuhnya dan seketika ia teringat Kyuhyun. Jiyoon menoleh dan mendapati Kyuhyun masih ada di sampingnya dan masih berada pada posisi yang sama, menghadap Jiyoon.

"Kyu..." Jiyoon mengusap dada Kyuhyun perlahan.

Kyuhyun yang mendengar suara Jiyoon, berusaha membuka mata dan menjawab panggilan Jiyoon dengan suara serak khas orang bangun tidur, "eungh Yoon.. wae? Sudah pagi?"

"mungkin..." Jiyoon merangsek ke dada Kyuhyun dan Kyuhyun memeluknya.

"kenapa hmm..?" sambil mengelus rambut Jiyoon, Kyuhyun bertanya selembut mungkin.

"i must have been look like a bitch last night, right?"

"sedikit." Jawab Kyuhyun enteng yang berakibat mendapat cubitan di perut dari Jiyoon. "ack! Sakit, Yoon!"

"manis sedikit! Semalam kau bilang ingin memintaku tapi sekarang seperti ini."

Kyuhyun terkekeh, "bohong kalau aku bilang tidak sama sekali. Kau yang terus memintaku untuk menidurimu meskipun aku sudah berkata tidak."

"kenapa kau tidak membentakku dan pergi saja seperti biasanya?"

"pria mana yang sanggup menolak kalau ada wanita cantik yang minta ditiduri, Yoon?"

"dasar kau!" muka Jiyoon memerah, beruntung ini masih gelap jadi Kyuhyun tidak bisa melihatnya dengan jelas.

Kyuhyun menghela napas dan mengeratkan pelukan pada Jiyoon, "jadi, mau berkencan denganku, Yoon? Cerita detailnya tentang sejak kapan dan kenapa aku mencintaimu kujelaskan kapan-kapan saja."

"kalau menikah bagaimana?"

"agar aku lebih cepat menyentuhmu lagi?"

"yak!"

Kyuhyun terkekeh kemudian menatap mata Jiyoon, "jadi, kapan aku bisa mendapatkannya lagi?"

"sekarang?"

Kyuhyun tersenyum menang dan kembali mengungkung Jiyoon dalam kekuasaannya.

24 December, 2014

Celebrate Your Christmas with Penguins!



Siapa yang mau ngerayain natalnya bareng penguin-penguin lucu? Kalau biasanya parade natal dilakukan oleh orang-orang berkostum Santa dan yang lainnya, di Taman Nasional Everland Korea Selatan ini menggelar parade penguin loooohh. Iya, penguin-penguin itu dipakaikan baju ala Santa dan ada juga yang berbaju pohon natal. Lucu ya?




Penguin-penguin ini didatangkan langsung dari Afrika untuk melakukan parade natal di Korea. Mereka berjalan berkeliling di sekitar taman dengan dipandu oleh seorang pemandu yang juga berpakaian Santa. Bisa dibayangin dong, gimana senengnya anak-anak kecil yang nonton parade ini?




Namun sayang, karena suhu di Korea Selatan yang semakin hari semakin menurun, parade ini harus diakhiri tanggal 20 Desember kemarin. Padahal awalnya parade ini direncanakan selesai di akhir tahun.

Anyway, parade ini termasuk unik dibanding parade natal yang lain. Kalau ada hal unik lain di sekitarmu buat ngerayain natal, share di sini ya! 



23 December, 2014

"High School: Love On" has ended!



Akhirnyaaaaa, setiap minggu nggak perlu desperate nungguin kelanjutan drama ini lagi. Kemarin tanggal 19 Desember 2014 drama ini udah menayangkan episode terakhirnya. Padahal episode pertamanya tayang sejak tanggal 11 Juli 2014. Sungguh membutuhkan kesabaran yang besar untuk menunggu setiap episode drama ini karena ending setiap episodenya benar-benar membuat penasaran.

Lee Seulbi yang diperankan oleh Kim Saeron akhirnya tetap menjadi manusia dan bersatu lagi dengan Shin Woohyun setelah dua tahun keduanya harus berpisah karena Seulbi kehilangan ingatannya.

Ayah Sungyeol dan Ms. Ahn nggak jadi cerai, dan mereka berdua memutuskan untuk tinggal bersama Woohyun dan Sungyeol di rumah Woohyun. Ayahnya Sungyeol keluar dari kepolisian karena ia merasa selama ini terlalu sibuk sehingga tidak bisa menjadi ayah yang baik untuk Sungyeol. Ia akhirnya menjalankan kedai ttopokki milik nenek Woohyun.






Woohyun dan Sungyeol jadi kakak beradik yang baik dalam satu rumah. Hahaha nggak kebayang juga sih mengingat mereka di cerita ini kan seumuran. Tapi seneng deh, Sungyeol akhirnya jadi baik lagi kayak pertama kali. Walaupun dia jadi playboy di tempatnya kuliah. Zzzz.




JooTae couple! Hahaha couple favorit aku di High School: Love On! Iya, akhirnya Jooah sadar, kalau dia bener-bener sayang sama Taeho dan nggak bisa kehilangan dia. Baru sadar kalau Baek Seungheon –yang berperan jadi Taeho- itu ganteng. Jadi kalau misalnya nggak ada Sungyeol, Seungheon pun jadi. Huahahaha!

Sayangnya ending scene-nya garing bangeeeeeeeeettt. Karena itu, aku nggak akan bahas ending scene-nya. Kita liat aja foto-foto di balik layar mereka yang aku ambil dari instagram para pemain drama ini. Let's check this out!

The Girls:





The Boys:





All crews:




"Stand by Me, Doraemon" Bukan Akhir Segalanya



Kisah akhir Doraemon yang akhirnya harus pergi meninggalkan Nobita akhirnya tayang. Setelah bertahun-tahun aku hanya mendengar rumor dari film ini, akhirnya Takashi Yamazaki dan Ryuichi Yagi menayangkan hasil karyanya. Sebenarnya film ini sudah rilis sejak 8 Agustus 2014, dan sudah dialih bahasakan ke dalam bahasa Inggris untuk ditayangkan di Festival Film International di Jepang pada Oktober lalu. Di Indonesia sendiri, film Stand by Me, Doraemon ini dijadwalkan untuk tayang di Blitzmegaplex sejak 10 Desember 2014.

Sayangnya, film yang aku tunggu-tunggu ini nggak sesuai yang aku harapkan. Selain part perpisahan Nobita dan Doraemon yang nggak terlalu menyedihkan, ternyata Doraemon nggak benar-benar pergi untuk selamanya dari kehidupan Nobita. Padahal, dari potongan dialog Nobita kecil dan Nobita dewasa, Nobita dewasa bilang "... tidak, Doraemon adalah temanmu. Teman masa kecilku." Tapi ternyata........



Ternyata di akhir cerita Doraemon kembali hanya karena Nobita baru saja meminum cairan pembohong dan secara nggak sadar dia bilang kalau Doraemon nggak akan kembali. Kemudian kembalilah Doraemon dan mereka berpelukan.

Awalnya aku pikir film ini akan menceritakan bagaimana sedihnya Nobita yang ditinggal Doraemon dan harus berjuang mati-matian untuk jadi manusia yang lebih baik dan nggak lemah. Ternyata malah ada twist yang hell-oh banget di akhir cerita.

Sedikit kecewa sih, tapi overall film ini worth to watch, kok. Soalnya banyak pelajaran yang bisa diambil dari film ini. Salah satunya yaitu kita nggak boleh selalu mengandalkan orang lain, kita harus percaya pada kemampuan diri kita sendiri. Kalau kita mengandalkan orang lain terus, kemampuan yang sebenarnya kita punya jadi nggak terlatih dan akhirnya beneran nggak bisa deh.


Alasan lainnya kenapa film ini worth to watch adalah karena Nobita dan yang lainnya jadi lebih imut dibandingkan kalau kita nonton serial 2D-nya di televisi setiap hari Minggu. Hehehe. Happy watching!


22 December, 2014

Surat dari Ibu


Assalamu'alaikum

Anakku, apa kabar di sana? Alhamdulillah ibu, bapak, kakak, dan adikmu sehat. Mudah-mudahan kamu tetap sehat dan kuat ya, nak. Anakku, Ibu rindu... ibu merasa kehilangan sekali, teringat terus akan wajahmu yang manis. Rasanya sudah lama ibu tidak memasak makanan kesukaanmu. Karena kini kamu sudah jauh dari ibu, ibu pun tak pernah lagi mendengar ucapan salam, kecup tangan hangat dan lambaian tangan ketika kamu hendak pergi. Anakku, ketika kamu berkemas, di saat memasukkan baju dan barang-barang lainnya seakan seinci demi seinci kamu menjauh dari pandangan. Ibu mohon maaf karena begitulah hati seorang ibu. Rasanya ibu ingin sekali memeluk berbisik menghentikan kepergianmu, tapi kebahagiaan kamu kini jauh lebih penting, Nak, daripada ego Ibu. Yang penting ibu yakin Allah selalu melindungimu.

Sekarang kamu merantau jauh, Nak, tak mampu lagi Ibu mengingatkanmu untuk bangun malam dan shalat. Ibu tak mampu lagi mengatakan baik dan buruk ketika kamu berbuat, Nak. Karenanya Ibu begitu berharap agar kamu tetap shalat mengaji dan berbuat baik kepada siapapun. Hormati yang lebih tua, karena mereka juga orang tua bagimu. Hormati dosen, kakak-kakak barumu di sana, dan cintai teman-temanmu selayaknya ibu mengajarkanmu, Anakku... mudah-mudahan Allah memberi kesempatan kita untuk berjumpa kembali.

Salam sayang,
Dari ibu yang melahirkanmu

Wassalamu'alaikum

-o0o-

Kudapatkan sepucuk surat itu dari seorang pemuda yang kutemui di persimpangan jalan. Aku ingat saat itu lampu lalu lintas berwarna merah dan ia perlahan mendekat ke arahku. Dengan senyum teduhnya ia mengangsurkan secarik kertas berwarna merah ke arahku dan berkata, "ada surat dari ibu, mbak."

Bak terhipnotis, aku masih memandangi pria itu dengan tatapan tak mengerti bahkan saat ia sudah berlalu dan menghampiri pengendara yang lain. Perlahan aku mendapatkan kembali kesadaranku dan kubuka kertas yang diberikannya tadi, dan ternyata ada serangkaian kalimat di sana.

Dari surat ini aku tahu, ternyata seperti itu hati seorang ibu. Kalau saja ibuku bisa menuliskan perasaannya, mungkin beliau akan mengatakan hal yang sama seperti dalam surat ini.

-o0o-

Ibuku bukan orang berpendidikan tinggi, tapi beliau bersikeras memperjuangkan aku untuk bisa mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Meskipun dengan begitu ibu harus bekerja tanpa kenal lelah dari pagi sampai malam, sampai pagi lagi.

Ibuku tidak peduli jika beliau harus makan dengan lauk pauk seadanya asalkan aku bisa makan teratur dan tetap sehat di Jogja. Sayang, karena merantau aku jadi tidak bisa lagi disuapi olehnya ketika aku menolak untuk makan.

Ibuku adalah orang paling pemikir yang pernah aku temui. Bahkan saat aku merasa biasa saja karena beliau belum sempat menjengukku, ibu malah berkata, "MAAF ya, Ibu belum sempat ke sana." Dan itu cukup menghancurkan hatiku.

Ibuku adalah seorang ibu yang larangannya paling banyak di dunia. Awalnya aku sebal, marah, tapi semakin dewasa aku semakin mengerti bahwa semua itu demi kebaikanku.

-o0o-

Sejak dulu, permintaan ibu padaku hanya satu: "tolong jangan kecewakan ibu." Aku berharap aku bisa mengabulkan permintaan beliau. Pernah suatu kali aku benar-benar mengecewakan beliau sampai membuat beliau mengatakannya dengan jelas di hadapanku. Aku tak ingin hal itu terulang lagi. Sudah cukup aku saksikan ibuku kecewa karena banyak hal selama ini.

-o0o-

Ibu, aku janji aku akan jadi putri kebanggaan ibu. Aku janji tidak akan mengecewakan ibu seperti yang ibu minta. Semoga ibu selalu sehat dan selalu berada dalam lindungan Allah, sampai aku bisa membahagiakan ibu seperti ibu membahagiakan aku.

Selamat hari ibu. 

12 November, 2014

Past


Empat derajat celsius. Suhu yang cukup pantas bagi Jiyoon untuk mengenakan mantel tebal dan memperoleh kehangatan dari segelas kopi panas. Sudah kesekian kalinya dalam bulan ini ia terjebak dalam renungan panjang tak beralasan. Matanya memandang cakrawala tanpa batas dan hanya ditemani hembusan nafas.

Kali ini Jiyoon memilih untuk berjalan, menyusuri setapak mengikuti jiwanya yang ingin menilik kisah-kisah lama. Seperti sungai yang mengarah ke samudra, setapak itu pun berujung di jalan raya. Jiyoon memilih duduk di bawah payung di depan sebuah swalayan di seberang jalan. Angin musim gugur di sini masih sama seperti tiga tahun lalu, sejuk dan menenangkan. Walaupun bangunan yang ada di hadapannya kini sudah semakin mewah, tapi masih dalam kepemilikan yang sama–
   
"Yoon?"