Pages

01 April, 2018

Alina & Adora



Alina dan Adora adalah tokoh utama dalam sebuah thread yang (sangat) panjang dan (sangat) viral di twitter yang berjudul (kalau nggak salah) “Alina & Adora: Kisah Cinta 5 Tahun dengan Seorang Faker”. Thread dibuat oleh Adora di akun twitternya @sinnamoanrolls. Thread itu menceritakan Adora yang terjun ke dunia roleplayer dan bertemu dengan pemilik sebuah akun roleplayer juga yang bernama Hilman. Seiring berjalannya waktu, Adora berpacaran dengan Hilman secara real, walaupun belum pernah bertemu sama sekali. Hanya bermodalkan chat, voice note, telepon, dan video call. Suatu hari Adora bertemu dengan adik angkatan di kampusnya yang bernama Alina dan mengaku sebagai teman Hilman. Singkat cerita, setelah berpacaran selama 20 bulan dengan Hilman tanpa pernah bertemu, Adora akhirnya mengetahui bahwa sosok Hilman itu tidak pernah ada dan yang selama ini chat dengannya adalah Alina.

Awalnya malah bukan cerita Alina-Adora ini yang menarik perhatianku, melainkan update-an blog Bang @ficofachriza_. Update-an blog itu bercerita pengalamannya yang hampir sama dengan kisah Alina-Adora, namun doi disadarkan oleh Mas Alitt (@shitlicious) bahwa pacar dari dunia mayanya itu adalah fake dengan cara ngesearch foto yang diupload oleh akun pacar dunia mayanya ke Google Image. Dari hasil search by image yang dilakukan Mas Alitt, ternyata foto-foto yang selama ini dipake oleh pacar-dunia-mayanya Bang Fico sebenarnya adalah foto-foto artis dari Thailand. Luluh lantaklah hati Bang Fico setelah tau bahwa selama ini doi dibohongi habis-habisan sama pacar dunia mayanya.

Nah karena cerita pengalaman Bang Fico itu terinspirasi setelah doi baca cerita Alina-Adora, dan beberapa selebtweet juga pada ngomongin cerita itu, jadilah aku baca cerita Alina-Adora. Aku baca cerita panjang itu tadi pagi dan langsung pusing pas selesai baca. Selain baca ceritanya, aku juga baca komentar-komentar maha benar netizen tentang cerita itu, termasuk komentar-komentar di blog Bang Fico.

Bukan, di sini aku bukan mau cerita pengalaman yang mirip dengan Alina-Adora, walaupun ya, aku pernah merasakannya. Di sini aku ingin cerita bagaimana perasaanku setelah membaca beberapa pengalaman-pengalaman orang lain yang hampir sama denganku.

Di satu sisi, aku ikut prihatin dan sedih. Aku sangat mengerti bagaimana berada di posisi mereka yang menyayangi bahkan mungkin mencintai dengan sepenuh hati tapi ternyata yang mereka sayangi dan cintai tidak pernah ada. Kita (aku dan mereka yang pernah mencintai seorang faker), mungkin terlihat seperti orang dengan skizofrenia. Dan, pada akhirnya, ketika kita mengetahui bahwa orang yang kita cinta tidak pernah ada dan ketika orang-orang lain mendengarnya juga, mereka (orang-orang lain yang mendengar fakta itu) hanya bisa menyindir bahkan mencemooh tanpa pernah berusaha mengerti bagaimana posisi kita.





x

Tapi di lain sisi, mungkin ini terdengar jahat, aku bersyukur. Aku bersyukur karena ternyata banyak sekali orang di luar sana yang mengalami hal yang sama, bahkan orang terkenal (Bang Fico twitternya udah verified) sekalipun. Dulu, setelah kejadian itu, bahkan mungkin sampai sekarang, aku selalu merasa akulah orang terbodoh di dunia karena menerima kebohongan dengan sebegitu mudahnya. Kenapa aku tulis “menerima kebohongan” dan bukan “percaya”? Karena pada saat itu aku bukan yang bener-bener percaya dan yakin dengan apa yang si faker bilang, tapi lebih seperti berpikir “ya ngapain juga dia bohong, untungnya buat dia apa? Kalaupun dia bohong yaudah itu urusan dia sama Tuhan”. Cuma memang sampai sekarang aku juga belum ngerti sebenernya apa sih alasan orang-orang itu ngefaker? Apakah dia tidak cukup percaya diri dengan identitasnya untuk menjalani kehidupan sosialnya? Kalau memang seperti itu, bukankah akan lebih baik bila datang ke psikolog untuk meminta bantuan? 

Well, setelah baca beberapa cerita dan pengakuan beberapa orang yang pernah mengalami hal seperti Adora, mungkin sudah saatnya aku mulai memaafkan dan memaklumi diriku sendiri. Bahwa hal seperti itu nggak cuma dialami sama aku aja tapi banyak orang mengalaminya juga. Bahwa tidak salah untuk percaya, hanya saja perlu kehati-hatian ekstra apalagi soal cinta.

19 September, 2016

Tell Me You Love Me Even If it's a Lie

It’s been a while since i wanted to write something with this title. Was it a week ago? Or.... two weeks ago? I’m not sure either.

I was watching a drama that time, but the soundtrack was strangely make me.... move? No, i don’t think it was. It’s just..... when i heard the song, i was blank. My mind wandered. At first, i didnt know what i was thinking about, but slowly i knew, it’s you again.

How are you? It’s been a while since our last meet, right? Do you even miss me? Because i crazily miss you so damn much. It’s sucks, you know? Missing someone who doesnt even care about your existence now.

Someone once told me that when everything is done, our story also has to come to an end. Seems like he was right, wasn’t he? You’re busy with your own life now. Well, you have to be like that indeed. However the problem is.... i foolishly hope that we can spend our time together, just like weeks ago. I read our old conversation and hoping that we can have random talks again like those nights. How stupid I am.

You know what’s more annoying? I miss you but i dont even have any courage to tell you! Why? Why you should be someone who i cant say “i miss you” to? Why you dont just be like my any other friends so that i can say it casually? Why you should be this kind of person? Why??

Ah, sorry. I dont mean to scold you or something. Everything’s a bit off these days, so....yeah..


It’s raining now..... ah! Do you remember? When i got a cold because i was heavily soaked in the rain the night before, you asked me on the phone: “what happened? are you okay? Should i go there?”, remember? Honestly, I was so happy back then, though i knew that’s just your lame joke.

Could something like that happen again? Now that i’m not sick, and everything already turns out like this, how if saying that you love me? It’s okay if it’s just a joke. Even if it’s a lie, it’s okay. I’ll be happy.          

12 September, 2016

Membedah Keluarga mBeran

Haloooooo!! Hahaha gara-gara semalem nulis, jadi ketagihan pengen nulis lagi wkwk. Kali ini nulis apaan ya? Hmmmm.... gimana kalau kita ngomongin orang aja? Wkwkw. Kali ini korbannya keluarga baru aku aja deh: Keluarga Kebangsaan mBeran B-)


Apa itu Keluarga Kebangsaan mBeran?

Jadi gini, kurang lebih dua bulan yang lalu aku (baru) menjalani yang namanya Kuliah Kerja Ngendong (read: main), eh maksudnya Kuliah Kerja Nyata atau KKN di Desa Giritirta, Banjarnegara. Desanya nggak jauh dari dataran tinggi Dieng, jadi bisa dibayangkan ya dinginnya kayak apa di sana. Selama 49 hari di sana kayaknya nggak pernah deh mengalami suhu udara 20 derajat celsius, pasti selalu di bawah itu. brrr.

Desa Giritirta terdiri atas lima dusun, guys. Melikan, Beran, Sendangarum atau Mlela, Giritirta, dan Pandanarum atau ngGermadang. Nah, tim KKN kami yang terdiri dari 30 mahasiswa galau, selo, dan mellow dibagi menjadi empat subunit untuk menangani kelima dusun tersebut. Subunit pertama adalah Melikan, diketuai oleh Hasta Ziyad Normanda, mahasiswa paling makmur di JTG-04 (kode unit KKN kami). Subunit kedua, ini subunit aku, adalah subunit mBeran. Diketuai oleh pedangdut akut Bayu Setiawan. Untuk subunit ketiga, mereka mengurus dua dusun, Mlela dan Giritirta. Ketuanya adalah ehm uhuk uhuk.. (ceritanya writer keselek) ketuanya adalah Septian Dhanu. Dan subunit terakhir adalah Pandanarum yang letaknya nun jauh di sana, sampai-sampai kita sering meledek mereka bukanlah subunit dari JTG-04 tapi unit sebelah. Wkwk kasian mereka. Apalagi dengan kormasit (koordinator mahasiswa subunit) dedek dedek yang nggak emesh Giusti Ghivarry, lengkap sudah kriteria mereka menjadi kaum terbully. Wkwkwk.

Nah sekarang kita fokus ke subunit mBeran. Subunit aku ini terdiri dari 8 mahasiswa, 4 cewek dan 4 cowok yang kata ibuku disengaja sama dosen bikin kita pasang-pasangan, padahal enggak sama sekali -_- FYI ya guys, pembagian anggota subunit itu sepenuhnya hak prerogatif Yang Terhormat Bapak Kormanit (koordinator mahasiswa unit) JTG-04, Bapak Sabariyanto Siswosukarto. Anggota dipilih berdasarkan pada potensi dan masalah yang ada pada dusun yang kemudian disesuaikan dengan bidang studi, keahlian, dan kepentingan mahasiswa. Jadi kalau mau dibikin romantis, ya memang kami berdelapan inilah yang dibutuhkan oleh Dusun mBeran :’)

Dari kiri ke kanan: Atas: Amin, Bayu, Tungky, Alfian (Kuntet). Bawah: Cicip, Dhiah, Nesia, Saya

Empat puluh sembilan hari bersama, dari mulai bangun tidur, kerja, membaur dengan warga, makan bersama, sampai menikmati lebaran bersama membuat hubungan kami semakin lama semakin erat layaknya keluarga. Kami layaknya pecahan puzzle yang punya sudut berbeda-beda tapi dengan anehnya bisa menyatu dengan pas dalam sebuah ikatan “keluarga”, Keluarga Kebangsaan mBeran :’)

 

Alfian Romadhoni

Eeaaa.... here’s our tetua, Kun-kun-kunteeeett :D Panggilan Kuntet diambil dari nama lapangannya di Geofisika. Jujur, pertama kali lihat Kuntet aku kirain dia Alfian sang Kormanit tahun lalu, ternyata bukan wkwkwkwk. Berbekal keahlian kepo yang aku miliki, aku tahu kalau Kuntet itu ternyata angkatan tua hahahahaha 2011 vroooh :D Pas pertama kali tahu hal itu dari Pengkor (bukan nama sebenarnya), satu hal yang terbersit di otakku adalah: “kok-bisa-baru-KKN-sekarang-sih-mas?”

Pertanyaan itu terjawab saat kami berdelapan secara resmi berkenalan di pelataran Perpustakaan UGM yang remang-remang. Kuntet menjelaskan lika-liku kehidupan kampusnya yang ironi layaknya serial Cinta Fitri sampai-sampai baru bisa mengikuti KKN di tahun 2016 ini. Dari perkenalan itu juga aku tahu, bahwa aku dan Kuntet sama-sama sedang berjuang untuk bisa pendadaran sebelum kita berangkat KKN. Jujur, seneng banget waktu itu punya temen seperjuangan, ini jadi suntikan semangat tersendiri buat aku hiks :’)

Awalnya aku masih sungkan untuk memanggil beliau (ceileeeh) dengan panggilan Kuntet, secara kan ya, beliau kan t-u-a. Wkwkwk. Sampai pada saat keberangkatan kami ke Banjarnegara pun aku masih memanggilnya Mas Fian. Hahaha imut banget nggak sih? Aku nggak tahu sejak kapan aku jadi manggil dia Mas Kuntet, dan nggak tahu sejak kapan juga aku jadi manggil Kuntet “papah”. Hahaha yang aku tau, aku ngiri sama subunit sebelah yang manggil Dhanu “papah”, jadilah Kuntet yang jadi korban karena doi yang paling t-u-a wkwkwkw.

Kuntet itu sopir keluarga, papah juara kedua (karena juara satunya tetep bapakku) yang genitnya nggak ada duanya. Tempat curhat yang ngeselin tapi ada benernya juga. Kuntet yang ngajarin aku kalau baper itu pilihan. Dan kalau kamu udah milih buat baper, ya nikmatin aja selagi masih bisa. Hahaha rada gila emang, tapi cukup bikin aku jadi lebih enteng menjalani that-damn-stupid-thing-called-baper. Terima kasih ya papaaaah :3

Tungky Aria Ilote Mamboro Salim

Yeaaaayy! Akhirnya aku bisa menulis nama lengkapmu dengan cepat, Ky! Hahaha. Pertama kali lihat Tungky, aku kira dia itu non-muslim. Gimana enggak, dengan muka mirip Cina dan tinggi yang luar biasa, ditambah lagi nama belakangnya yang kayak marga orang Indonesia Timur, aku hampir 100% yakin Tungky ini non-muslim. Ternyata eh ternyata, pada suatu malam perayaan nuzulul quran, aku mendapati Tungky duduk bersila di masjid dengan kemeja biru dan bawahan sarung sedang memperhatikan ceramah dari ustad yang diundang. Barulah saat itu aku sadar, ternyata Tungky orang Islam :’)

Tungky itu orangnya diem. Nggak ngomong kalau nggak diajak ngomong. Kadang-kadang dia suka nyeletuk sih, tapi celetukannya malah bikin yang lain jadi diem. Krik. Krik. Krik.

Sampai saat ini aku masih nggak ngerti kenapa anak-anak kecil di masjid dusun kami seneng banget ngerubutin(?) Tungky. Mungkin karena mereka nggak pernah lihat orang setinggi itu kali ya. Pernah juga ada cewek yang sudah tidak tergolong anak-anak minta nomor HP Tungky ke aku hahahaha jelas nggak akan aku kasih lah wkwkw.

Overall, Tungky enak kok orangnya, walaupun lebih sering flat -__- apa lagi sih ya.... banyak sebenernya yang bisa diceritain soal Tungky, tapi menuangkannya dalam tulisan itu yang susah. Tungky itu unik dengan caranya sendiri. With every single thing you have, you’re adorable, Ky : )

Bayu Setiawan

Sang kapten mBeran kalau kata Amin. Bayu ini dangduters, ada bunyi kendang dikit aja dia joget. Klop banget sama anak sulung Pak Kepala Dusun Beran, si Adi. Saking klopnya sama Adi, Bayu sampai ngbluetooth puluhan koleksi lagu dangdutnya Adi ke hapenya. Ckckck. Nah ngomong-ngomong soal dangdut, kami Keluarga Kebangsaan mBeran punya lagu kebangsaan yang juga dangdut. Wkwkwk. Berawal dari acara perayaan lebaran di dusun kami, ada sebuah lagu dangdut yang diputar berulang kali dan memang intronya unik. Jadilah lagu itu lagu wajib yang harus diputar di setiap ada kesempatan.

Bayu itu orangnya panikan. Hahahaha. Pernah suatu malam dia diisengin sama anak pondokan aku, dikabarin kalau Cicip sakit sampe dioksigen. Bayu sampai ngePM semua anak pondokanku nanyain gimana keadaannya Cicip saat itu. Padahal kalian tahu? Tali putih di foto Cicip yang dikirimkan ke Bayu itu adalah kabel headset! LOL XD

Sebagai kormasit, Bayu tanggung jawab banget kok, walaupun santai. Kerja sama Bayu nggak perlu pusing mikir aturan ini, larangan itu, yang penting adalah bagaimana kita bisa berbaur dengan masyarakat dan membuat masyarakat bisa menerima kita dengan tangan terbuka. Kalau kalian tanya siapa yang paling akrab sama warga Beran, ya Bayu orangnya.

Muhammad Rizki Amin

Nulis sampai di sini aku baru sadar, ternyata semua cowok di keluarga ini lebih tua dari cewek-ceweknya. Hahaha.

Di KKN ini, alhamdulillah Amin sudah bisa Bahasa Jawa. Hahaha. Iya, Amin ini orang Sulawesi Tenggara. Kalau kalian tahu Wakatobi, nah, rumahnya Amin jauh dari sana. Wkwkwk. Dari curhatan-curhatan Amin, dia ngaku kalau dia susah bilang “enggak”. Amin ini kasihan, seringkali dia dibodohi orang wkwkw. Karena itu aku suka iseng membodohi Amin, dan Amin-nya percaya aja wkwkw. Maafkan aku, Min :D

Sebagai cowok yang terlihat paling alim di Keluarga mBeran, pesona Amin juga menarik seorang gadis mBeran loh hahahahai. Sampai-sampai seluruh dusun tahu kasusnya Amin yang ditaksir sama si kembang desa. Eeaaa. Jadi inget waktu Amin bilang kangen sama aku Cuma gara-gara mau curhat soal permasalahan asmaranya ini wkwkwk.

Ciptaningsih

Dipanggilnya Cicip. Teman satu pondokan, satu kasur, dan satu permainan(?) maksudnya, kita berdua sama-sama suka Kpop. Hahaha yeay! Cicip ini Cassiopeia merangkap Army yang tergila-gila sama Seventeen. Berkat Cicip, sekarang aku jadi kenal lagu-lagunya Seventeen dan Mamamoo yang sebelumnya aku minat untuk lihat membernya aja enggak.

Cicip itu salon berjalan. Alat make-up-nya super lengkap, sist. Mana mahal semua. Pernah dia iseng-iseng menghitung jumlah harga make-up di dalam tasnya, dan berhenti di angka...... sudahlah, itu bisa buat bayar duit BOP saya.

Sebagai anak semata wayang, nggak heran kalau Cicip sering kayak anak kecil khususnya dalam mengeluarkan jurus-jurus andalannya. “hiyak!”, “heittt!”, “eyayaya”, dan serangkaian jurus lainnya yang Cuma Cicip aja yang ngerti artinya.

Karindanesia Citra Asri

Nah ini. Kembang tim KKN JTG-04. Wkwkw. Nggak ada orang di Desa Giritirta yang nggak tahu Nesia. Hahahaha. Tenang aja, Nes, nggak akan aku ceritakan di sini kok. Harga dirimu aman di tanganku B-)

Nesia paling doyan ngomongin soal jodoh. Kalau dipancing dikit, keluarlah semua hasil bacaan fiqih pernikahannya. Aku sampe curiga, kayaknya Nesia ini pernah beberapa kali ikut kajian pra nikah deh. Subhanallah ya ukhti.

Nesia ini teman satu pondokan aku juga, walaupun beda kasur. Hobi Nesia di pondokan adalah nyuci. Nesia nyuci baju hampir setiap hari dan herannya cuciannya selalu banyak. Sampai nggak bisa bedain, dia itu Nesia atau mbak mbak laundryan.

Lama lama kok aku describe-nya makin dikit ya? Mungkin karena udah ngantuk -.- oke lanjut!

Dhiah Asri Kurniawatie

Nggak salah kalau Dhiah jadi yang paling muda. Muka sama suaranya paling imut-imut juga soalnya hahaha. Seneng banget kalau denger Dhiah manggil “mbak Wiiid~”, rasanya pengen tak unyel-unyel pipinya, tapi sayang pipinya Dhiah tirus jadi takut habis kalau aku unyel-unyel hehehehe.

Dhiah alergi ayam sama tongkol. Aku juga baru tau ini pas udah mau selesai KKN. Padahal selama di tempat KKN sering banget dimasakkin tongkol sama ibu pondokan. Sampai nggak tega liatnya kalau alerginya Dhiah kambuh. Kayaknya mulai sekarang kamu jadi vegetarian aja deh, Dhi, biar aman....

Karena beda pondokan, aku jadi nggak tahu kebiasaan tidur atau nyucinya Dhiah wkwkw. Tapi Dhiah itu paling telaten kalau ngadepin Aida (anak Bu Lurah yang baru 4 tahun). Padahal aku yang serumah sama Aida aja nggak setelaten itu -_-v

Sudah kan yaaa? Sudah aku describe semuaaa! Kalau ada yang ngerasa masih kurang banyak describe-nya, besok-besok lagi aku bikin satu orang satu postingan deh. Sekarang mau tidur dulu. Takut kesiangan shalat ied. Bye bye!

11 September, 2016

Tenang Saja, Ini Bukan Cinta

Malam ini, jemariku ingin kembali menari di atas keyboard yang sudah lumpuh (hampir) separuh. Sepertinya mereka rindu saat-saat dimana aku mempekerjakan mereka untuk menulis kata demi kata yang akhirnya bersatu menjadi lima bab keramat yang orang-orang namai dengan skripsi.

Aku memutar otak, membongkar hipocampus mencari ilham untuk sebuah tulisan. Nihil. Nampaknya liburan kemarin membuat isi otakku ikut hanyut bersama ombak laut selatan.

Jemariku lesu. Dengan gontai ia terseok di atas mouse, memilih untuk membuka folder berdebu satu demi satu. Tak lama, jariku berhenti di sebuah gambar, dengan tulisan singkat namun mampu memberi impuls yang cepat pada neurotransmitter otak.


Aku tersenyum (bukan senyum sebenarnya), dan teringat kamu.

“....bahwa cinta nggak boleh perhitungan....”

Aku teringat kamu. Teringat semua perbincanganku dengan mereka yang subyek utamanya adalah kamu. Teringat semua pemikiran dan reaksiku yang impulsnya berasal dari kamu.

Semua tentang kamu secara tidak sadar selalu aku perhitungkan. Semua fakta tentang kebiasaanmu, keluargamu, sampai spekulasi-spekulasi yang aku reka sendiri tentang kehidupan asmaramu atau hanya sekedar menerka responmu jika aku melakukan ini atau itu.

Aku tidak tahu sejak kapan aku jadi sekonservatif ini pada diriku sendiri. Aku tidak mau melakukan suatu aksi yang hasilnya tidak kuketahui dengan pasti. Begitupun tentang kamu, aku masih membentengi diriku. Tak mau kuberbagi rasa, sampai aku yakin kau punya hal yang sama untuk dibagi berdua.

Haha. Kau ingin tertawa? Tertawa saja. Karena saat menulis ini aku pun tertawa seperti orang gila. Sudahlah, tak usah kau terlalu memikirkan ini semua. Kau tahu benar aku ini orang seperti apa. Kau tahu  bahwa aku hanya sedang ingin bercerita tanpa sedikitpun menyalahkanmu atau meminta pertanggungjawabanmu atas apa yang aku rasa. Aku yakin kamu mengerti bahwa aku menikmati ini dan bersedia untuk bertanggungjawab penuh atas pilihan yang aku buat sendiri.

Seperti yang aku bilang tadi, semua sudah aku perhitungkan. Termasuk juga posisimu dan posisiku. 

Jadi tenang saja, ini bukan cinta :)

Tapi kalau satu atau dua bulan lagi, aku nggak tahu ya :p


PS :: to be very honest sekali, aku pengen kita ngobrol dan ketawa lagi tanpa mikirin semua keribetan ini

09 November, 2015

Mengejar Matahari

Alhamdulillah, akhirnya ada inspirasi untuk mengisi blog ini lagi. Akhir-akhir ini sebenarnya saya juga baru ingat lagi kalau saya punya blog ini. Dan saya ingat, ada salah satu mimpi besar saya yang harus berawal dari blog ini, namun ide untuk membuat sebuah tulisan yang –menurut saya- layak diterbitkan di sini tak kunjung muncul.

To be very honest, salah satu alasan yang membuat saya ngebet bikin tulisan di sini lagi adalah, beberapa minggu yang lalu saya menemukan blog pribadi milik teman sekelas saya yang kebetulan dia memiliki impian yang sama dengan saya, menjadi seorang penulis. Ketika itu saya merasa tertantang, saya ingin membuktikan bahwa: saya punya kemampuan untuk menulis dan saya mampu menjadi seorang penulis!

Cukup tentang tulis menulis dan kenapa saya tiba-tiba muncul di sini lagi. Sekarang kita mulai masuk ke dalam cerita. Kenapa sih judulnya Mengejar Matahari? Matahari itu tinggi, berada jauh dari jangkauan tangan kita. Matahari itu panas, kenapa harus dikejar? Karena energinya memberi kita kehidupan.

Tanpa matahari, pro vitamin D yang ada dalam tubuh manusia tidak dapat diubah menjadi vitamin D. Akibatnya tulang menjadi rapuh, dan kita tidak mampu beraktivitas dengan optimal dengan tulang yang rapuh. Tanpa matahari, tumbuhan tidak mampu melakukan fotosintesis. Mereka tidak bisa membuat makanan untuk dirinya sendiri dan juga tidak bisa membuat oksigen bebas yang sangat dibutuhkan manusia. Apa akibatnya? Tumbuhan dan manusia bisa mati. Tanpa gravitasi matahari, planet-planet dalam tata surya kita akan kehilangan pegangan dan mungkin akan keluar dari orbitnya. Mereka bisa saja berbenturan dengan planet lain dan kemudian hancur menjadi serpihan-serpihan batu meteor.

Saya ingin menjadi matahari. Saya ingin menjadi orang yang dibutuhkan oleh lingkungan sekitar. Saya ingin menjadi orang yang dibutuhkan oleh keluarga, teman-teman, masyarakat, dan juga negara. Ada kebahagiaan dan rasa bangga tersendiri ketika ada orang lain yang membutuhkan bantuan saya, meskipun –untuk saat ini- hanya untuk menemani belajar atau bahkan hanya untuk menyiapkan LCD di kelas. Nggak apa-apa, saya senang. Saya senang bisa dibutuhkan.

Tapi lebih dari itu, saya akan sangat senang jika saya bisa membantu orang lain dan orang tersebut puas dan bahagia akan bantuan yang saya berikan. Saya akan sangat senang jika saya bisa bermanfaat bagi orang lain, baik itu dengan kontribusi materi, tenaga, waktu, atau bahkan hanya dengan pikiran saya. Masalahnya, untuk bisa bermanfaat bagi orang lain adalah sesuatu yang menurut saya gampang-gampang sulit. Saya ambil contoh membuang sampah pada tempatnya. Jika kita melakukan hal tersebut, kita sudah bermanfaat bagi mas-mas cleaning service sehingga dia tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk membuang sampah bekas makanan kita. Hal ini mudah jika kita lakukan sendiri. Tapi apakah orang di meja seberang kita melakukan hal yang sama? Apakah orang-orang yang duduk-duduk di selasar juga melakukan hal yang sama? Belum tentu. Inilah yang saya sebut sulit. Sulit untuk membuat orang lain melakukan hal yang sama untuk membantu mas-mas cleaning service.

Akan jauh lebih sulit lagi jika kita berbicara dalam lingkup sebuah negara. Karena tidak hanya melibatkan diri kita saja, tapi juga tetangga, masyarakat, bos-bos yang perutnya besar BUMN dan perusahaan swasta, serta pemerintah dengan sistem dan peraturannya. Mungkin saja kita sudah belajar semaksimal mungkin untuk bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi negara, tapi tetangga menganggap sebelah mata. Bisa saja tetangga sudah mendukung, tapi masyarakat yang keras kepala. Bisa saja masyarakat sudah menerima, tapi pemerintah tidak peduli. Bisa saja tetangga, masyarakat, dan pemerintah sudah mendukung, tapi sistem, birokrasi, dan peraturannya yang memble. Huft.

Karena itu, salah satu mimpi terbesar saya adalah memperbaiki sistem yang ada di Indonesia. Saya ingin menjadi matahari untuk Indonesia. Menjadi orang yang negara butuhkan dalam bidang pelayanan kesehatan. Menjadi orang yang bisa duduk bersama matahari-matahari Indonesia di bidang yang lainnya dan lantang bersuara: "Bangkit dan berlarilah Indonesia! Kami dan seluruh negeri siap menjadi sumber energi!"

-o0o-

Hihi saya jadi merinding membaca pembukaan tulisan saya sendiri. LOL. By the way, tulisan ini sudah mencapai 600 kata lebih dan belum sampai juga pada inti cerita yang sebenarnya. Hehehe maafkan saya.

Baiklah. Jadi sebenarnya inti dari Mengejar Matahari ini adalah, kemarin saya beserta teman bermain dan belajar saya di kampus menghadiri sebuah festival beasiswa bertajuk The Royal Eduphoria. Acara diselenggarakan di Gedung PKKH UGM mulai dari jam 3 sore sampai jam 10 malam. Sebenarnya acara itu adalah akhir dari persiapan keberangkatan awardees penerima beasiswa LPDP yang tidak lama lagi akan terbang ke negara dimana mereka mendapatkan beasiswa impiannya.



Hal pertama yang terbersit dalam benak saya saat memasuki area festival tersebut adalah, "nggak salah kalau namanya 'Royal' Eduphoria." Karena mulai dari tempat photobooth, stand makanan, stand informasi beasiswa, sampai stage-nya benar-benar tertata rapi dan apik. Ketika saya melihat panitia acara dengan baju biru dongkernya berlalu lalang dengan raut muka yang serius, sibuk mengatur ini itu, ada juga yang tertawa bersama temannya, hal kedua yang terbersit dalam pikiran saya adalah, "wah.. keren ya mereka, bisa jadi panitia acara seperti ini. Aku mau... :(". Dan beberapa jam kemudian saya tahu bahwa ternyata mas-mas dan mbak-mbak panitia itu adalah penerima beasiswa LPDP yang sebentar lagi akan melanjutkan studi ke luar negeri! *applause* Saat itu saya langsung bersyukur, ternyata mata saya masih bisa memilih mana hal yang benar-benar bermutu . wkwkwk.

Rangkaian acara The Royal Eduphoria ini juga nggak kalah kerennya. Mulai dari tarian kontemporer yang dibawakan oleh mbak Mila, talkshow dengan mbak Mila dan ibu Silly yang dengan jerih payahnya mereka bisa menjadi salah satu matahari bagi Indonesia, pemaparan program Menyapa Indonesia, serta tidak lupa acara hiburan seperti parade kostum nusantara, akustik, dan juga penampilan tari kontemporer dari tim Saraswati (dalam tim Saraswati ini ada dosen saya yang cantik sekali, Ibu Happy <3).

Kemudian untuk stand-stand yang berjejer di sayap barat, saya mendapatkan banyak informasi mengenai cara mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Meskipun saya nggak sempat masuk dan berbincang di stand dari LPDP, saya cukup banyak berbincang dengan Mbak Apri, salah satu yang menyediakan informasi di stand Edlink+Connex (mbak, ini saya promosiin lho. Nanti transfer komisinya ke rekening saya ya haha). Di stand Edlink+Connex itu saya mendapat informasi bahwa mereka bisa membantu kita mulai dari mencari universitas mana yang menyediakan jurusan yang kita inginkan, menghubungkan kita dengan universitas tersebut, berkas apa saja yang perlu dilampirkan untuk melamar beasiswa, sampai apabila nanti kita diterima di universitas tersebut (aamiin ya rabbal alaamiin) mereka juga membantu dengan proses keberangkatan dan penjemputan kita di bandara yang kita tuju.



Nah foto di atas adalah beberapa brosur dan booklet yang saya dapatkan dari beberapa stand kemarin. Dari Edlink+Connex bisa dilihat saya mendapatkan Overseas Education Guide, International Guide, dan juga kartu nama yang berisi alamat kantor Edlink+Connex dan kontak mbak Apri. Jadi buat Mbak Apri, siap-siap saya bombardir dengan  banyak pertanyaan ya hahahaha.

Kalau kalian jeli melihat foto di atas, kalian akan menemukan brosur dari sekolah tari milik Mbak Mila yang tadi saya ceritakan membawakan tari kontemporer dan juga mengisi talkshow. Insya Allah, kalau Allah memberikan kesempatan, memberikan saya waktu, tenaga, dan dana, saya berencana masuk ke Mila Art Dance School. Mengejar matahari sambil mendalami hobi, nggak ada salahnya kan? ^^

Anyway, acara The Royal Eduphoria ini sangat menginspirasi dan membuat saya kembali bersemangat untuk meraih pendidikan dan prestasi yang lebih tinggi lagi demi menjadi matahari untuk negeri ini. Kalau tahun ini The Royal Eduphoria diselenggarakan oleh LPDP PK-47 Dipta Kirana, saya akan menjadi keluarga LPDP PK-50 untuk menyelenggarakan greater scholarship festival and make my dream comes true!!

06 January, 2015

What POPQUIZ Says about Me?

it's hard to describe my own self with words, so i took some quizzes which can tell how i am based on what i chose. and these are the results:














thanks for telling me how i am as a human being.

via: allkpop













26 December, 2014

Fate NOT Fated (PG+15 ver.)


Hyunmi mendapati Jiyoon tengah mematut diri di depan meja riasnya. Dengan blouse tosca dan celana panjang berwarna cream, dilengkapi blazer yang berwarna senada dengan celananya, Jiyoon terlihat simpel namun tetap elegan dan menawan. Tanpa harus mengumbar kaki mulusnya, orang-orang sudah dipastikan dapat mengetahui kalau kaki Jiyoon jenjang, dengan atau tanpa heels tujuh sentimeter yang ia kenakan kini.

Raut wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi. Setidaknya itu yang ditangkap mata Hyunmi selama beberapa detik memperhatikan Jiyoon dari balik pintu kamarnya. Jiyoon kembali memastikan rambut sebahunya tergerai rapi dan make-up-nya tidak terlalu tebal seperti ibu-ibu fashionista pelanggan butik Mom-nya saat ia sadar ada Hyunmi di belakangnya.

"Kau tidak sedang memutuskan untuk menjadi lesbian dan mengencaniku setelah melihatku secantik ini kan, Hyun?" kekeh Jiyoon, masih dengan tisu di tangan untuk merapikan goresan lipstick yang sedikit tidak rapi di bibirnya.

Hyunmi memutar bola matanya, ia jengah dengan sikap Jiyoon yang seperti ini. "Kau mau sarapan dulu tidak?"

"Tentu saja! Aku butuh banyak energi untuk hari ini, Hyun. Lagipula, kau kan tahu kalau aku tidak bisa melewatkan sarapanku."

"Aku tahu. Hanya saja, mungkin kau akan membuat pengecualian hari ini. Melihat kau sudah serapi itu."

Jiyoon meraih tas tangannya dan tersenyum penuh arti ke arah Hyunmi.

"Aish...! aku tidak tertarik dengan senyuman anehmu itu, Yoon. Nasi goreng atau roti tawar?"

"eung....." Jiyoon terlihat berpikir dan melirik jam tangannya, "berhubung acara dimulai jam 10 dan ini masih jam 8, fried rice sounds good, Hyun." Jiyoon melancarkan aksi eyesmile-nya yang diikuti raut wajah malas Hyunmi.

"everything will sound good if it's for your tummy, Yoon. Ckck."


-o0o-


Sungmin masih menatap langit yang sedikit berawan dari jendela kamarnya ketika terdengar suara ketukan pintu dan eomma-nya masuk. Entah apa yang sedang dipikirkan Sungmin sampai-sampai suara hak sepatu eomma-nya yang beradu dengan lantai tidak terdengar olehnya. Bahkan Sungmin baru tersadar saat tangan lembut eomma-nya menyentuh bahunya.

"Kau sudah siap? Teman-temanmu sudah menunggumu di bawah. Cepatlah turun. Hm?"

Sungmin menoleh dan menatap manik mata eomma-nya lurus-lurus, seolah mencari sesuatu, "eomma.."

"wae..?"

"semua akan berjalan lancar, kan?"

"pasti." Eomma-nya tersenyum teduh khas seorang ibu, kemudian menepuk bahu Sungmin perlahan dan berlalu.

Sungmin memutuskan untuk tidak memikirkan apa-apa lagi. Ia lalu mengambil saputangan di atas nakas dan menyelipkan di saku jasnya sebelum turun menemui teman-temannya yang akan menemaninya hari ini.


-o0o-


Sudah merupakan hal biasa bagi Hyunmi membuatkan makanan untuk gadis-cantik-nan-sukses-tapi-tidak-bisa-memasak-sama-sekali bernama Jiyoon. Bukan karena ia tidak mau bergantian dengan Jiyoon dalam hal memasak, tapi karena motto hidup Hyunmi adalah 'good food, good mood'. Bisa dibayangkan kalau ia membiarkan Jiyoon memasak dan menghasilkan makanan yang tidak layak untuk dimakan, maka mood-nya akan rusak seharian. Dan Hyunmi benci hal itu.

Pernah suatu hari Hyunmi membiarkan Jiyoon memasak karena ia sedang disibukkan dengan setumpuk tugas akuntansi. Saat ia memutuskan untuk beristirahat sebentar dan makan, seketika itu juga rasanya ia ingin meremas kepala Jiyoon dan menarik habis rambutnya. Setelah itu mood-nya untuk mengerjakan tugas menghilang entah kemana sampai deadline-nya terlewat dan untuk itu Hyunmi harus mengulang satu mata kuliah di semester berikutnya. Sejak saat itu Hyunmi mengharamkan Jiyoon bahkan untuk sekedar menginjakkan kakinya di dapur!

"kau yakin akan ke sana, Yoon?" tanya Hyunmi sesaat sebelum memasukkan suapan ketiga ke dalam mulutnya.

"apa hal itu masih perlu ditanyakan saat aku sudah berdandan serapi ini?" Jiyoon balik bertanya sambil berusaha meletakkan potongan sosis ke atas sendoknya.

Hyunmi menghela napas dan menatap Jiyoon, "maksudku, apa kau sudah siap dengan apapun yang akan kaulihat di sana?"

"kurasa sudah. Tapi ya... kita lihat saja nanti." Jawab Jiyoon enteng sambil mengedikan bahu lalu memasukkan sesuap nasi.

Hyunmi menatap Jiyoon tak mengerti, "kau tidak berencana mengacaukan acara kan, Yoon?". Kini mata Hyunmi benar-benar memandang lurus ke dalam manik mata Jiyoon, mencari ide konyol yang mungkin saja akan dilakukan Jiyoon dalam beberapa jam dari sekarang.

"ya! Kau pikir aku ini teroris atau semacamnya, hah?!" hardik Jiyoon masih dengan mulut yang dipenuhi nasi gorengnya.

"tidak pernah ada yang tahu apa yang ada dalam otak seorang Hwang Jiyoon, kan?"

"ya, Park Hyunmi!" sebagian nasi yang sudah ada di dalam mulut Jiyoon menyembur keluar saking semangatnya Jiyoon membentak Hyunmi.

"arrasseo, arrasseo! Aish... kau ini jorok sekali. Cepat habiskan makananmu dan pergilah! Make-up-mu akan rusak jika kau terjebak macet di jalan nanti."


-o0o-


Jiyoon memarkirkan mobilnya di halaman sebuah gedung putih yang walaupun tidak terlalu besar tapi terlihat megah. Pintu masuknya pun terlihat indah dengan dihiasi rangkaian bunga crysant di bagian atasnya. Terlihat beberapa orang berkerumun di depan pintu masuk kemudian satu per satu berjalan memasuki tempat acara.

Jiyoon berjalan dengan langkah percaya diri walaupun dengan wajah datar tanpa ekspresi. Namun kemudian ia tersenyum dan mempercepat langkahnya ketika matanya menangkap sosok pria yang ia kenal sedang berdiri di dekat pintu bersama beberapa temannya menyambut tamu yang datang.

"syukurlah ada kau di sini." Jiyoon merengkuh lengan Kyuhyun tanpa melihat wajah sang empunya dan malah mengangguk pada beberapa tamu yang lewat.

Kyuhyun yang kaget karena tindakan Jiyoon mendadak panik, "Yoon? Sedang apa kau di sini?"

Jiyoon melepas pelukannya dari tangan Kyuhyun dan merogoh ke dalam tasnya, "menghadiri undangan. Walaupun kelakuanku barbar tapi setidaknya aku masih tahu cara menghormati orang lain, Kyu."

"tapi, Yoon-"

"it's okay." Dimasukkannya lagi undangan yang tadi sempat ia keluarkan, "Kau tenang saja. Aku tidak akan menghancurkan acara ini." Jiyoon tersenyum dan menepuk lengan Kyuhyun yang sekarang sudah sedikit berotot, walaupun tidak sekekar...

Sungmin. Mata Jiyoon menangkap sosok Lee Sungmin yang tengah berjalan di sebelah ayahnya dan menuju ke tempat di mana Jiyoon berdiri sekarang. Ia harus masuk ke dalam ruangan sekarang juga jika tidak ingin merusak semuanya. Jiyoon menatap Kyuhyun yang ia pikir adalah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkannya sekarang. Tapi Kyuhyun tak bergeming menatap Sungmin bahkan saat Jiyoon sudah menarik-narik tangannya.

"Donghae-ssi," pilihan terakhir, Jiyoon harus masuk ke dalam dengan atau tanpa Kyuhyun, "bisakah kau antar aku ke dalam? Kau tahu kan, aku tidak terlalu familiar dengan yah, tamu-tamu yang datang." Walau aku familiar dengan keluarga besar Sungmin, kata Jiyoon dalam hati.

"oh?" Donghae tampak tidak siap menerima permintaan Jiyoon, "Tentu, Jiyoon-ssi. Mari." Donghae dengan sopan mempersilahkan Jiyoon masuk dan memberikan tanda agar Jiyoon berjalan terlebih dahulu. "Di sebelah kanan untuk keluarga dari pihak pria, dan di sebelah kiri dari pihak wanita. Kau ingin duduk di sebelah mana?"

"eung....." Jiyoon melihat sekeliling sambil berpikir dimana sebaiknya ia duduk ketika tiba-tiba ada tangan kecil yang menggamit tangannya.

"unnie!"

Jiyoon menoleh ke arah suara dan mendapati seorang gadis berusia sekitar empat belas tahun duduk di barisan kedua dari belakang dan kini sedang menggenggam tangannya, "Nayoung-ah!"

"kau datang sendiri? Duduklah di sini, temani aku. Appa dan eomma sedang sibuk di belakang." Pinta gadis bernama Nayoung itu sambil menepuk bangku di sebelahnya.

"eo? Eoh, geurae." Sejenak Jiyoon menoleh ke arah Donghae, "aku di sini saja. Terima kasih sudah mengantar." Jiyoon tersenyum sekenanya.

"kalau begitu aku pergi dulu." Donghae mengangguk pada Jiyoon yang juga dibalas Jiyoon.


-o0o-


From :: evilcho
Jangan coba-coba bertindak konyol. Aku tepat di belakangmu.

To :: evilcho
You must really think i'm such a psycho.

From :: evilcho
Yes, you are.

Jiyoon menggeram kesal dan meremas ponselnya kuat-kuat. Bisa dipastikan ia akan berbalik dan melayangkan tinju ke muka Kyuhyun jika saja ia tidak ingat sedang berada dalam upacara sakral.

Seorang wanita yang menurut Kyuhyun bernama Kim Saeun berjalan perlahan tepat di sebelah Jiyoon dengan didampingi oleh seorang pria yang jika Jiyoon boleh menebak, pastilah itu ayahnya. Dengan gaun putih cantik dan buket bunga di tangannya, wanita itu berjalan sambil tersenyum pada pria yang menunggunya di altar sana, Lee Sungmin.

Sungmin tersenyum manis saat meraih tangan calon istrinya. Hanya dengan melihat sorot mata Sungmin, Jiyoon tahu dada Sungmin sedang berdebar-debar. Jiyoon tahu persis apa yang Sungmin rasakan meskipun ia tidak mengatakannya. Jiyoon mengerti Sungmin sampai pada titik itu.

Dan Jiyoon merasakan hal yang sama. Jantungnya berdegup kencang seolah sedang terjadi pacuan kuda di dalamnya. Namun debaran ini bukanlah debar yang sama seperti yang Sungmin rasakan, bukan debar bahagia melainkan.... entah sakit hati, cemburu, kehilangan, atau apa namanya.

"Kim Saeun-ssi, bersediakah engkau, menerima Lee Sungmin sebagai suamimu, mendampinginya di saat susah maupun senang, sampai maut memisahkan?"

Saya bersedia. Sayang, kata-kata itu tak pernah bisa terlontarkan dari mulut Jiyoon di altar bersama Sungmin.

"Saya bersedia." Jawab Saeun mantap. Dan ini membawa dampak buruk bagi kelangsungan hidup jantung Jiyoon yang mungkin sebentar lagi akan kehilangan iramanya mengingat Jiyoon sudah mulai merasa sakit di dadanya.

"dan kau, Lee Sungmin-ssi. Bersediakah engkau, menerima Kim Saeun sebagai istrimu, menjaganya di waktu sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan?"

Jiyoon tak tahan lagi! Ia tak bisa mendengar Sungmin bersedia menerima wanita lain sebagai istrinya dan bukan dirinya! Lima tahun bersama, Sungmin tak pernah sedikitpun berniat meresmikan hubungan mereka di hadapan Tuhan. Dan sekarang? Sungmin baru mengenal Saeun dalam satu tahun tapi ia memutuskan untuk menikah? Kekonyolan macam apa ini?!

Dengan langkah lebar Jiyoon pergi meninggalkan ruangan dengan tangan menggenggam kuat ponselnya. Tidak peduli apa kata orang nanti, yang jelas Jiyoon sudah tidak tahan lagi! Daripada Jiyoon harus menangis meraung-raung di ruangan itu yang malah menimbulkan banyak pertanyaan, lebih baik Jiyoon pergi secepatnya.

"Yoon, tunggu!" Kyuhyun yang menyusul Jiyoon keluar segera mencekal tangan Jiyoon, karena Kyuhyun takut Jiyoon akan bertindak bodoh. "kau mau kemana?"

Jiyoon tersentak saat Kyuhyun mencekalnya. Air matanya sudah berkumpul di pelupuk dan matanya pun sudah berkaca-kaca. Jiyoon benar-benar harus pergi dari sini sekarang juga. "aku harus segera ke kantor, Kyu. Ada meeting mendadak."

Kyuhyun tetap tidak bergeming dan melepaskan cekalannya, "kau sudah meliburkan karyawanmu untuk libur natal sejak lusa, Yoon. Meeting apa lagi yang kau maksud?"

Sayup-sayup terdengar suara Sungmin yang menyatakan kesediaannya. Dan kini Jiyoon benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Sekali saja ia mengedipkan matanya, tumpah sudah air mata yang selama ini ia tahan. "please, Kyu. I have to go." Dengan sekuat tenaga Jiyoon melepaskan cengkeraman Kyuhyun dan berlari ke mobil. Tak peduli kemana tujuannya nanti, yang penting dia harus segera pergi dari sini.


-o0o-


Bukan hal yang sulit bagi Jiyoon untuk pergi meninggalkan Korea secepat yang ia mau. Masalahnya, kemana ia harus pergi? Tidak mungkin hanya di sekitar Asia, karena perjalanannya akan terlalu singkat. Jiyoon butuh tidur lebih dari delapan jam untuk menetralisir semuanya. Tidak mungkin juga ke Amerika, karena para bawahan ayahnya pasti akan segera mengetahuinya. Eropa adalah pilihan bagus, dan Venesia menjadi keputusannya.

"jika mereka berbahagia di Maldives, maka bahagiakan dirimu sendiri di Venice, Yoon. Kajja!"


-o0o-


Berbelanja di negara lain dengan menggunakan kartu kredit unlimited dari ayahnya adalah kecerobohan Jiyoon sekarang ini. Pasalnya, ayahnya akan segera tahu di mana Jiyoon berada dan akan menginterogasinya. Ini akan berujung pada Jiyoon yang harus mengunjungi ayahnya di Cincinnati karena Jiyoon ternyata punya waktu luang untuk pergi ke luar negeri di luar urusan bisnis.

Kecerobohan Jiyoon yang terbesar adalah ia memilih Venice untuk melarikan diri dari sakit hati. Jiyoon hanya berpikir akan menenangkan diri di atas gondola sambil mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh sang pengemudi. Tidak terpikir olehnya bahwa Venesia adalah kota yang banyak dituju untuk bulan madu juga! Dan sudah pasti Jiyoon melihat banyak sekali pasangan yang sepertinya baru menikah di sini. Sial.

Lebih sialnya lagi adalah, Sungmin dan Saeun ada di sini! Mereka ada di hotel tempat Jiyoon menginap dan sekarang ada di depannya! Jiyoon bersumpah akan membunuh Kyuhyun saat ia kembali ke Korea nanti karena telah salah memberikan info.

Jiyoon tak bisa lagi mengelak saat mata Sungmin benar-benar sudah mengunci pandangannya.

"Yoon?" Sungmin memanggil Jiyoon ragu seolah masih ingin memastikan bahwa wanita di depannya adalah Jiyoon, Jiyoon-nya yang dulu.

Jiyoon tak kunjung menjawab panggilan Sungmin meski mereka kini sudah berhenti dan benar-benar berhadapan. Saeun yang merasa kedua orang di depannya ini masih harus menyelesaikan sesuatu di antara mereka memilih untuk pergi menuju kamarnya terlebih dahulu.

"kau kenapa  ada di sini? Bukankah kalian berencana untuk bulan madu di Maldives?" tanya Jiyoon berpura-pura enteng saat Saeun sudah pergi.

"memang awalnya seperti itu. tapi karena beritanya sudah tersebar luas, kami pikir pasti fans sudah bersiap-siap di sana. Jadi Saeun memintaku mengalihkan bulan madu kami ke tempat lain dengan alasan privasi. Kau sendiri?"

"aku? Aku..." Jiyoon gugup, dan itu tak terpungkiri, "well, you know.. business trip." Jiyoon nyengir kuda.

Sungmin mengangguk mengerti. Kemungkinan Sungmin percaya akan kebohongan Jiyoon kurang lebih enam puluh persen. "kemarin kau datang kan?"

"eh?"

"pernikahanku."

"oh.. oh iya. Congrats by the way." Jiyoon memaksakan senyum yang hasilnya sungguh tidak memuaskan.

"terima kasih."

"Saeun-ssi sepertinya wanita yang baik."

Sungmin tersenyum, ia menerawang ke arah gondola yang berjalan lalu berkata, "aku masih belum tahu apakah dia sebaik dirimu atau tidak, karena ini baru tahun pertama kami menjalin hubungan. Sedangkan kau, kau bisa bertahan menghadapiku lebih dari lima tahun. Tapi bagaimanapun, aku harus tetap 'berpindah' padanya, karena dia rumahku." Sungmin kembali menatap Jiyoon, "temukanlah rumahmu, Yoon. Dan berpindahlah kesana." Sungmin menepuk bahu Jiyoon perlahan dan pergi meninggalkan Jiyoon menyusul istrinya.

Jiyoon terpaku. Ia tak menyangka akan semudah itu Sungmin mengatakannya. untuk beberapa detik Jiyoon tak tahu apa yang harus dilakukannya. Namun sejurus kemudian, masih dengan tatapan kosong ia berjalan ke arah gondola dan menaikinya.

Lantunan senandung berbahasa Italia yang tak Jiyoon mengerti artinya menemani Jiyoon yang tengah sibuk menatap nanar ke dalam air yang jernih. Entah sudah berapa lama air mata Jiyoon terkumpul di pelupuk matanya. Sampai pada akhirnya gondola itu berhenti dan sang pengemudi tak bernyanyi lagi. Dan detik itulah air mata Jiyoon menetes. Ia sudah tak bisa menahannya lagi. Ia tak peduli jika pengemudi gondola itu akan menganggapnya gila, Jiyoon sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya!


-o0o-


Sayup-sayup Kyuhyun mendengar suara seorang gadis menangis tidak jauh dari tempatnya berdiri. Perasaannya tak enak, ia harus menemukan gadis itu secepatnya.

Benar saja, Kyuhyun mendapati Jiyoon menangis sambil memeluk lututnya di atas gondola. Pengemudi gondola yang dinaikinya bahkan sampai bingung memperhatikan Jiyoon tanpa tahu harus berbuat apa. Kyuhyun berlari menghampiri pengemudi gondola itu dan berkata dalam bahasa Italia, "bisakah anda memberikan kami waktu sebentar? Sepertinya lima menit saja cukup." Beruntung, pemilik gondola itu mengerti apa yang dikatakan Kyuhyun dalam aksen yang aneh dan ia menyetujuinya. "terima kasih."

Kyuhyun menghampiri Jiyoon dan merangkulkan jaketnya pada Jiyoon, "Yoon...."

Jiyoon mengangkat kepalanya hanya untuk mengecek kebenaran bahwa suara yang didengarnya barusan adalah suara Kyuhyun. Dan ternyata benar, ada Kyuhyun di hadapannya. "jahat! Kau jahat, Kyu! Kenapa kau tidak bilang kalau mereka mengganti tujuan bulan madunya, hah?! Kenapa?!" dengan segala kekuatan yang masih tersisa Jiyoon memukuli Kyuhyun. Beruntung menangis membuat tenaga Jiyoon terkuras habis, jadi Kyuhyun tidak perlu khawatir lebam-lebam karena pukulan Jiyoon.

"yoon! Sakit!" Kyuhyun menangkap tangan Jiyoon dan membuatnya tidak bisa bergerak lagi, "maafkan aku, aku juga baru mengetahuinya saat upacara pernikahan. Dan aku juga tidak tahu kalau kau akan kabur ke sini."

Jiyoon menjatuhkan kepalanya ke dada bidang Kyuhyun dan menangis sejadi-jadinya. Kyuhyun pun tak punya pilihan lain selain memeluk Jiyoon.

"sssstt... sudah, Yoon..." selembut mungkin Kyuhyun mengusap kepala Jiyoon untuk menenangkannya. Kyuhyun melirik ke tepian dan mendapati pemilik gondola itu sudah kembali, yang berarti lima menitnya sudah habis. "sekarang kita kembali ke kamarmu dulu, dan kau boleh melanjutkan acara menangismu di sana. Pemilik gondola ini sudah menyuruh kita pergi, Yoon.."

Jiyoon mendongakkan kepalanya dan terlihatlah mata dan wajah yang merah serta bibirnya yang cemberut. Sebenarnya Kyuhyun ingin tertawa melihat penampakan Jiyoon yang seperti itu, tapi ia urungkan karena bisa-bisa ia dibanting jatuh ke air oleh Jiyoon. Padahal saat ini suhu udara sedang berada pada titik minus dua derajat.

Kyuhyun menawarkan agar Jiyoon naik ke punggungnya yang langsung disetujui Jiyoon tanpa protes sedikitpun. Dan ia memilih memejamkan mata saat berada di atas punggung Kyuhyun. Rasanya tenaganya habis tak tersisa.


-o0o-


"kau yakin mau meminum yang itu, Yoon?" tanya Kyuhyun saat Jiyoon mengambil wine dengan kadar alkohol yang tinggi.

"sekali-sekali. Tidak setiap tahun juga kan aku sestress ini. Kalau aku mabuk pun aku ada di kamarku, bukan sedang menyetir mobil. Jadi aku bisa langsung tidur." Jawab Jiyoon enteng sambil menuangkan wine ke dua buah gelas dan menyerahkan salah satu gelas pada Kyuhyun.

"terserah kau saja." Kyuhyun yang kelelahan seharian mencari Jiyoon memilih untuk menyesap sedikit wine-nya dan merebahkan diri di sandaran sofa.

Jiyoon terkekeh mendengar kalimat pasrah Kyuhyun. Hal ini sangat jarang terjadi karena biasanya Kyuhyun akan mendebat apapun yang dikatakan Jiyoon. Jiyoon lalu meneguk habis wine yang ia tuang ke dalam gelasnya dan mengisinya lagi dengan volume yang sama. Ia teguk lagi gelasnya yang kedua sampai habis karena menurut Jiyoon ini adalah wine paling enak yang pernah ia temukan.

Kyuhyun tersentak melihat cara minum Jiyoon. "Yoon! Kau gila! Tidak seperti itu caranya! Kau pikir ini soju, hah?!"

"ini lezat, Kyu! Kau harus meneguk habis semuanya baru kau akan merasakan lezatnya!" kata Jiyoon mulai mabuk, ia kini meneguk gelas ketiganya. Kadar toleransi alkohol Jiyoon memang sangat rendah, jadi sekali teguk saja sudah bisa membuatnya mabuk.

"cukup, Yoon!" Kyuhyun mengambil paksa gelas dan botol wine dari tangan Jiyoon dan menyingkirkannya jauh-jauh ke mini bar.

"hei, aku belum mabuk! Lihat, aku masih bisa berjalan seperti biasa! Kau ini sensitif sekali." Kata Jiyoon sambil berjalan ke arah mini bar menghampiri Kyuhyun.

"tidak sekarang. Tapi sebentar lagi."

Jiyoon mendengus kesal dan meletakkan kepalanya di meja. Sedangkan Kyuhyun duduk di hadapannya, menatapnya intens dengan tatapan mengancam. Beberapa detik terdiam, Jiyoon teringat kembali pada apa yang terjadi sore tadi. "kira-kira mereka sedang apa ya, Kyu?"

"sudahlah, Yoon.... Kalau Sungmin hyung bisa melepaskanmu, kau juga harus bisa melepaskannya. mereka sudah bahagia, dan kalau mereka bahagia itu berarti kau juga harus bahagia.. apa yang mereka lakukan, kau juga pasti bisa melakukannya."

"apa yang mereka lakukan, aku juga bisa melakukannya..." Jiyoon tampak berpikir dan sejurus kemudian ia tersenyum mengerikan menurut Kyuhyun. "menurutmu, apa yang sedang mereka lakukan sekarang, Kyu?" tanya Jiyoon pada Kyuhyun yang tengah menyesap wine-nya yang tersisa.

"making love." Jawab Kyuhyun asal. Ia tidak mau lagi menanggapi pertanyaan-pertanyaan Jiyoon tentang ini. Sungguh.

Jiyoon melangkah lebar menghampiri Kyuhyun yang sedang meneguk habis wine-nya dan berdiri di hadapannya dengan tatapan mengerikan, "let's do it!"

Hampir saja Kyuhyun tersedak mendengar apa yang dikatakan Jiyoon barusan. Jiyoon benar-benar gila sekarang. "mwo?! Kau gila, Yoon!"

"salahkan dia kalau aku jadi gila! Dia bisa bercinta dengan Saeun, aku juga bisa bercinta dengan pria lain!"

"jangan bercinta dengan sembarang pria! Kau ini menistakan diri atau apa, Yoon?!"

"karena itu, akan kulakukan denganmu. Hm?" Jiyoon menatap ke dalam manik mata Kyuhyun, memohon.

-o0o-

Jiyoon mengerjap-ngerjapkan matanya setelah terbangun dari tidur panjang karena kelelahan. Matahari belum muncul dari peraduannya. Nyeri terasa di sekujur tubuhnya dan seketika ia teringat Kyuhyun. Jiyoon menoleh dan mendapati Kyuhyun masih ada di sampingnya dan masih berada pada posisi yang sama, menghadap Jiyoon.

"Kyu..." Jiyoon mengusap dada Kyuhyun perlahan.

Kyuhyun yang mendengar suara Jiyoon, berusaha membuka mata dan menjawab panggilan Jiyoon dengan suara serak khas orang bangun tidur, "eungh Yoon.. wae? Sudah pagi?"

"mungkin..." Jiyoon merangsek ke dada Kyuhyun dan Kyuhyun memeluknya.

"kenapa hmm..?" sambil mengelus rambut Jiyoon, Kyuhyun bertanya selembut mungkin.

"i must have been look like a bitch last night, right?"

"sedikit." Jawab Kyuhyun enteng yang berakibat mendapat cubitan di perut dari Jiyoon. "ack! Sakit, Yoon!"

"manis sedikit! Semalam kau bilang ingin memintaku tapi sekarang seperti ini."

Kyuhyun terkekeh, "bohong kalau aku bilang tidak sama sekali. Kau yang terus memintaku untuk menidurimu meskipun aku sudah berkata tidak."

"kenapa kau tidak membentakku dan pergi saja seperti biasanya?"

"pria mana yang sanggup menolak kalau ada wanita cantik yang minta ditiduri, Yoon?"

"dasar kau!" muka Jiyoon memerah, beruntung ini masih gelap jadi Kyuhyun tidak bisa melihatnya dengan jelas.

Kyuhyun menghela napas dan mengeratkan pelukan pada Jiyoon, "jadi, mau berkencan denganku, Yoon? Cerita detailnya tentang sejak kapan dan kenapa aku mencintaimu kujelaskan kapan-kapan saja."

"kalau menikah bagaimana?"

"agar aku lebih cepat menyentuhmu lagi?"

"yak!"

Kyuhyun terkekeh kemudian menatap mata Jiyoon, "jadi, kapan aku bisa mendapatkannya lagi?"

"sekarang?"

Kyuhyun tersenyum menang dan kembali mengungkung Jiyoon dalam kekuasaannya.